MENUNDA SHALAT DENGAN ALASAN OLAH RAGA, BOLEHKAH?

Rabu, 18 Januari 2012

Tanya :Ustadz, bolehkah kita menunda shalat dengan alasan olah raga?
 
 
Jawab :
 
Menunda shalat (ta`khir as shalah) hukumnya boleh (ja`iz) jika tak sampai keluar dari waktu shalat. Sebab kewajiban shalat dalam istilah fiqih disebut kewajiban muwassa’, yakni kewajiban yang waktu pelaksanaannya dapat dipilih pada waktu mana pun yang tersedia, baik di awal, tengah, maupun akhir waktu. (Ali Raghib, Ahkamus Shalah, hlm. 18).

Namun yang lebih baik mengerjakan shalat pada waktu ikhtiyar, yakni waktu yang disunnahkan, misalnya mengerjakan shalat Isya dari awal waktu yaitu tenggelamnya mega merah hingga pertengahan malam (nishf al lail). Waktu shalat sesudah habisnya waktu ikhtiyar disebut waktu jawaz/dharurat/karahah, yakni waktu shalat yang sudah tak disunnahkan lagi, meski masih dibolehkan. (Mahmud Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam As Shalah, II/12).
Atas dasar itu, menunda shalat dengan alasan olah raga hukumnya boleh, selama penundaan shalat itu tak sampai keluar dari waktu shalat.

Namun walaupun sah mengerjakan shalat hingga di akhir waktu, tak sepantasnya hal ini dilakukan oleh seorang muslim yang taat. Terutama jika ia hanya sempat shalat satu rakaat sebelum waktu shalat habis. Seseorang yang masih sempat shalat satu rakaat sebelum waktu habis, memang dianggap mendapati shalat, berdasarkan sabda Nabi SAW:

من أدرك ركعة من الصلاة فقد أدرك الصلاة

”Barangsiapa mendapati satu rakaat dari shalat, berarti dia mendapati shalat.” (HR Bukhari).

Namun demikian walau shalatnya sah, dia berdosa karena terdapat dalil yang mencela shalat seperti ini yang mirip dengan shalatnya orang munafik. Dari Anas bin Malik RA, dia berkata,”Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda :

تلك صلاة المنافق ، يجلس يرقب الشمس حتى إذا كانت بين قرنَي الشيطان قام فنقرها أربعاً، لا يذكر الله إلا قليلاً


”Itulah shalatnya orang munafik. Dia duduk menunggu-nunggu matahari, hingga tatkala matahari berada di antara dua tanduk syaitan (hampir terbenam), dia cepat-cepat shalat empat rakaat, dia tak mengingat Allah kecuali sedikit.” (HR Muslim). (Mahmud ‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam As Shalah, II/18).

Adapun jika penundaan shalat itu sampai keluar dari waktu shalat, hukumnya haram dan merupakan dosa besar. Sebab mengerjakan shalat pada waktunya adalah kewajiban yang harus dipelihara setiap muslim, sesuai firman Allah SWT  :

حافظوا على الصلوات


“Peliharalah segala shalatmu.” (QS Al Baqarah [2] : 238).

Dari Fudhalah RA, Nabi SAW bersabda :

حافظ على الصلوات الخمس


“Peliharalah shalat yang lima.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).

Maka tak dibolehkan menunda shalat hingga keluar dari batas waktunya, kecuali terdapat udzur syar’i, seperti ketidasengajaan karena lupa atau tertidur, atau karena dalam perjalanan (safar) atau hujan yang membolehkan shalat jama’ ta`khir.

Atas dasar itu, menunda shalat dengan alasan olah raga hukumnya haram dan dosa besar, jika penundaan shalat itu sampai keluar dari waktu shalat tanpa udzur syar’i.

Kami tegaskan pula, aktivitas olah raga apa pun yang menyebabkan penundaan shalat yang demikian itu, hukumnya haram juga, berdasarkan kaidah fiqih :

الوسيلة إلى الحرام محرمة


“Al wasilah ilal al haram muharramah.” (segala perantaraan yang mengakibatkan keharaman, maka perantaraan itu haram hukumnya). (M. Shidqi Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyyah, XII/199; Musa Al Usairi, Ahkam Kurah Al Qadam fi Al Fiqh Al Islami, hlm. 63 & 331; Diyab Al Ghamidi, Haqiqah Kurah Al Qadam, hlm. 44).

Kami tambahkan pula perjalanan (safar) yang membolehkan shalat jama’ ta`khir (jika jaraknya minimal 16 farsakh = 88,7 km), disyaratkan tak disertai kemaksiatan. Jika disertai kemaksiatan, hukum rukhshah (keringanan) berupa jama’ ta`khir tetap tak boleh dilaksanakan, sesuai kaidah fiqih :

الرخص لا تناطى بالمعاصي


“Ar rukhash laa tunaathu bil ma’ashi.” (hukum rukhshah tak dapat dikaitkan dengan kemaksiatan). (M. Shidqi Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyyah, IV/401).

Maka jika olah raga yang dilakukan disertai kemaksiatan, misalnya pemain sepak bola tak menutup aurat antara pusar dan lututnya, dia tetap tak boleh shalat jama’ ta`khir walaupun statusnya musafir. Wallahu a’lam.

Jakarta, 14 Nopember 2011

Muhammad Shiddiq Al Jawi

0 komentar:

 
 
 

Free Ebook Down Load

score blog

survey

 
Copyright © dakwah tiada henti