TAFSIR SURAT ALI IMRAN AYAT 110

Jumat, 08 April 2011

METODE DAN TUJUAN DAKWAH
1. PENDAHULUAN
Allah telah memerintahkan hamba-hambaNya yang beriman agar berpegang teguh kepada tali Allah, dan mengingatkan meraka akan nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan kepada mereka untuk merukunkan hati mereka pada ukhuwah islamiyah, lalu Allah memperingatkan mereka jangan sampai seperti orang-oran ahlul kitab yang selau menantang dan berbuat maksiat. Sekaligus, Allah mengancam mereka bila berbuat begitu dengan siksaan yang pedih.
Mengingat keadaan umat islam yang diciptakan sebagai sebaik-baik umat sudah seharusnya hal-hal yang menguatkan panggilan mereka ini jangan terlepas dari diri mereka, karena hal ini adalah keistimewaan dari umat islam, hal ini tidak akan bisa dicapai melainkan dengan jalan memelihara (mengikuti) perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-laranganya.
Allah telah memberikan keistimewaan pada umat islam bila umat islam melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar dan Allah juga memuji umat islam bahwa umat islam adalah umat yang terbaik yang dilahirkan didunia.
2. PENJELASAN
Didalam surat Ali Imran ayat 110 Allah berfirman:


“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. ”(Ali Imran / 3 : 110)
Keterangan ayat 110
Tafsiru Al-mufradat: Kuntum: kalian dijadikan dan diciptakan. Ukhrijat: umat yang ditampakkan, sehingga membeda dan diketahui.
Kalian adalah ummat yang paling baik di alam wujud sekarang, karena kalian adalah orang-orang yang melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Kalian adalah orang-orang yang beriman secara benar, yang bekasnya tampak pada jiwa kalian, sehingga terhindarlah kalian dari kejahatan, dan kalian mengarah kepada kebaikan. Padahal sebelumnya kalian adalah ummat yang dilanda kejahatan dan kerusakan. Kalian tidak melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar, bahkan tidak beriman secara benar.
Bagian pertama pada himpunan ayat ini meletakan kewajiban yang berat di atas pundak kaum muslimin di muka bumi, sesuai dengan ketinggian kedudukan jama’ah ini, dan sesuai dengan posisi istimewanya yang tidak dapat dicapai oleh kelompok lain,
Pengungkapan kalimat dengan menggunakan kata “ukhrijat” dikeluarkan, dilahirkan, diorbitkan dalam bentuk mabni lighoiril-fa’il (mabni lil majhul) perlu mendapatkan perhatian. Perkataan ini mengesankan adanya tangan pengatur yang halus, yang mengeluarkan umat ini, dan mendorongnya untuk tampil dari kegelapan kegaiban dan dari balik bentangan tirai yang tidak ada yang mengetahui apa yang dibaliknya itu kecuali Allah. Ini adalah sebuah kalimat yang menggambarkan adanya gerakan rahasia yang terus bekerja dan yang merambat dengan halus. Suatu gerakan yang mengorbitkan umat ke panggung eksistensi. Umat yang mempunyai peranan, kedudukan dan perhitungan khusus.
Inilah persoalan yang harus dimengerti oleh umat islam agar mereka mengetahui khakekat diri dan nilainya, dan mengerti bahwa mereka itu dilahirkan untuk maju kegaris depan dan memegang kendali kepemimpinan karena mereka adalah umat yang terbaik.
Tuntunan pertama dari posisi ini ialah memelihara kehidupan dari kejahatan dan kerusakan. Untuk itu mereka harus memiliki kekuatan sehingga memungkinkan mereka memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, karena mereka adalah sebaik-baik ummat yang dilahirkan untuk manusia. Mereka menempati posisi sebagai “khairu Ummah” sebaik-baik ummat bukanlah mereka berbaik-baikan, pilih kasih, secara kebetulan dan serampangan-Maha suci Allah dari semua itu.
Gambaran atau sifat ini memang cocok dengan keadaan orang-orang yang mendapatkan khitbah ayat ini pada masa permulaan. Mereka adalah Nabi Saw, dan para sahabat yang bersama beliau sewaktu Al-Qur’an diturunkan. Pada masa sebelumnya, mereka adalah orang-orang yang saling bermusuhan. Kemudian hati mereka diturunkan. Mereka berpegang pada tali (agama) Allah, melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Orang-orang yang lemah diantara mereka tidak takut terhadap yang besar. Sebab, iman telah meresap kedalam kalbu dan perasaan mereka sehingga dapat ditundukan untuk mencapai tujuan Nabi Saw, didalam segala keadaan dan kondisi.
Keimanan seperti inilah yang dikatakan oleh Allah dalam firmanya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar”.(QS. Al-Hujurat 49:15)

Dan dalam ayat lain Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”.(QS. Al-Anfal: 8:2)
Keadaan umat Muhammad Saw. masih tetap dalam keadaan baik sampai mereka meninggalkan amar ma’ruf dan nahi mungkar.
Dari Hudzaifah ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
“Demi Dzat yang menguasai diriku, kamu harus memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar, atau kalau tidak maka Allah akan mengirim kepada kalian siksa dari sisi-Nya, kemudian kalian berdoa kepada-Nya tetapi Dia tidak mengabulkan doa kalian.” (HR Tirmidzi).
Kata ummat terambil dari kata (amma/yaumu) yang berati menuju, menumpu dan meneladani, dari akar yang sama, lahir antara lain dari kata umm yang berarti “ibu” dan imam yang maknanya “pemimpin”, karena keduanya menjadi teladan, tumpuan pandangan dan harapan anggota masyarakat.
Pakar-pakar bahasa berbeda pendapat tentang jumlah anggota satu ummat. Ada yang merujuk ke riwayat yang dinisbahkan kepada Nabi Saw. Bahwa beliau bersabda:
Tidak seorang mayatpun yang disholatkan oleh umat kaum muslim sebanyak seratus orang dan memohonkan kepada Allah agar di ampuni, kecuali diampuni olehNya. (HR. An-Nasa’i)
Pakar hadis An-Nasai yang meriwayatkan hadis serupa menyatakan bahwa Abu Al-Malih ditanyai tentang orang yang shalat itu dan menjawab “empat puluh orang”.
Pakar bahasa Al-Quran itu pada kitabnya Al-Mufradat Fi Gharib Al-Quran, menjelaskan bahwa kata ini di definisikan sebagai semua kelompok yang dihimpun oleh sesuatu, seperti Agama, Waktu atau tempat yang sama, baik penghimpunya secara terpaksa maupun atas kehendak mereka
Rasulullah bersabda:
“semut merupakan umat dari umat-umat (Tuhan)” (HR. Muslim).
Umat Muhammad Saw. dijadikan Allah sebagai umat yang terbaik untuk menyuruh yang makruf dan mencegah yang mungkar
As-Suyuti berkata “Abu bakar adalah laki-laki yang pertama kali masuk islam, disaat dia masuk islam, maka amanah telah menunggunya dipundaknya. Dia harus segera berdakwah menyuruh manusia kepada agama Allah. Maka enam sahabatpun masuk islam, dan mereka ini enam sahabat dari sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh rasul masuk surga diantaranya adalah Zubair bin awwam, Ustman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi waqas dan Abdurrahman bin Auf.
Umar bin Khathab berkata ketika memahami ayat ini,”Wahai sekalian manusia, barang siapa yang ingin termasuk Ummat tersebut, hendaklah menunaikan syarat Allah darinya.
Berkata Abu Hurairah- menurut riwayat Al-Bukhari: sebaik-baiknya manusia untuk sesama manusia yang membawa mereka dengan rantai dilehernya sampai mereka masuk islam.
Maksud sebaik-baik manusia untuk manusia ialah paling bermanfaat bagi sesama manusia karena sifat mereka yang melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar dan beriman kepada Allah. Diriwayatkan oleh imam Ahmad bahwa Durrah binti Abi lahab berkata ”Seorang bertanya kepada Rasulullah sewaktu beliau berpidato di atas mimbar “siapa orang yang terbaik ya Rasulullah? Rasulullah menjawab:
Artinya
”manusia yang terbaik, ialah yang paling banyak membaca, paling bertakwa kepada Allah, paling giat melakukan Amar ma’ruf nahi mungkar dan paling suka bersilaturrahmi.”
Menurut Ibnu Abbas sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Hakim bahwa yang dimaksud sebaik-baik ummat dalam ayat ini ialah para sahabat yang berhijrah bersama Rasulullah dari makkah ke madinah, namun sebenarnya maksud ayat ini umum bagi umat Muhammad Saw. seluruhnya dari generasi pertama, generasi terbaik, dimana Nabi Muhammad diutus sampai generasi yang mengikutinya dan seterusnya.
Para salaf mengatakan, telah disepakati bahwa amar ma’ruf nahi munkar itu wajib bagi insan. Namun wajibnya adalah fardhu kifayah, hal ini sebagaimana jihad dan mempelajari ilmu tertentu serta yang lainnya. Yang dimaksud fardhu kifayah adalah jika sebagian telah memenuhi kewajiban ini, maka yang lain gugur kewajibannya. Walaupun pahalanya akan diraih oleh orang yang mengerjakannya, begitu pula oleh orang yang asalnya mampu namun saat itu tidak bisa untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar yang diwajibkan. Jika ada orang yang ingin beramar ma’ruf nahi mungkar, wajib bagi yang lain untuk membantunya hingga maksudnya yang Allah dan Rasulnya perintahkan tercapai.
Ketika membawakan kedua ayat diatas, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,”Dalam ayat ini Allah menjelaskan, Ummat Islam adalah Ummat terbaik bagi segenap Ummat manusia. Ummat yang paling memberi manfaat dan baik kepada manusia. Karena mereka telah menyempurnakan seluruh urusan kebaikan dan kemanfaatan dengan amar ma’ruf nahi munkar. Mereka tegakkan hal itu dengan jihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta mereka. Inilah anugerah yang sempurna bagi manusia. Ummat lain tidak memerintahkan setiap orang kepada semua perkara yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang semua kemunkaran. Merekapun tidak berjihad untuk itu. Bahkan sebagian mereka sama sekali tidak berjihad. Adapun yang berjihad -seperti Bani Israil- kebanyakan jihad mereka untuk mengusir musuh dari negerinya. Sebagaimana orang yang jahat dan dzalim berperang bukan karena menyeru kepada petunjuk dan kebaikan, tidak pula untuk amar ma’ruf nahi munkar.
Sedangkan Ijma’ kaum muslimin, telah dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:
1. Ibnu Hazm Adz Dzahiriy, beliau berkata, “Seluruh Ummat telah bersepakat mengenai kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, tidak ada perselisihan diantara mereka sedikitpun”.
2. Abu Bakr al- Jashshash, beliau berkata,”Allah telah menegaskan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar melalui beberapa ayat dalam Al Qur’an, lalu dijelaskan Rasulullah dalam hadits yang mutawatir. Dan para salaf serta ahli fiqih Islam telah berkonsensus atas kewajibannya“.
3. An-Nawawi berkata,”telah banyak dalil-dalil Al Qur’an dan Sunnah serta Ijma’ yang menunjukkan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar“.
4. Asy-Syaukaniy berkata,”Amar ma’ruf nahi munkar termasuk kewajiban, pokok serta rukun syari’at terbesar dalam syari’at. Dengannya sempurna aturan Islam dan tegak kejayaannya“.
Adapun Mahmud yunus berpendapat: Adalah kamu yang sebagus-bagus umat yang lahir kedunia, tetapi itulah bukan semata-mata kamu bermerek dengan islam, melainkan dengan budi pekertimu yang baik dan tingkah lakumu yang elok.
Kamu beramah-tamahan dan berkasih-kasihan sesama kamu nasehat-menasehati, menyuruh temanmu mengerjakan kebaikan dan melarang mengerjakan kejahatan. Kamu mengerjakan semua itu karena mengikut perintah Allah dan beriman kepadaNya, tetapi jika kamu tidak berbudi pekerti yang halus, tiada berkelakuan yang sopan, tiada nasehat-menasehati itu adalah sangat penting sekali dalam agama islam. Tetapi hendaklah memberikan nasehat itu dengan tertib, sopan dan perkataan yang lemah lembut, bukan dengan mencela dan mencaci nista. Dengan perkataan lemah lembut kita bisa menarik seisi negri, tetapi dengan perkataan yang kasar, seorang pun tidak bisa kita menariknya.
Oleh sebab itu amat salah sekali orang yang menyiarkan perlakuan person temanya dalam surat kabar atau sebagainya dengan nama “menasehatinya”, karena itu bukanlah dinamakan “memberi nasehat” melainkan, mencela atau memberi malu yang terlarang keras dalam agama islam, nasehat yang sebenarnya ialah bahwa kita bawa teman kita bercakap-cakap antara empat mata (dengan rahasia), atau kita kirimkan surat tertutup kepadanya, didalamnya berisi nasehat dengan perkataan yang lemah lembut.
Jika kita hendak memperbaiki budi pekerti umat dengan perantaraan surat kabar atau tablig hendaklah terangkan yang demikian itu dengan jalan umum bukan mengenai person orang, maka siapa yang bersalah akan dapat pelajaran dari padanya. Tetapi jika kita sebutkan personya atau isi rumah tangganya , maka janganlah kita harap akan diturutinya nasehat itu, melainkan akan di bantahnya dan dibalasnya dengan celaan terhadap kita. Jika bapak orang kita sebut (caci), niscaya bapa kita akan dicaci orang pula.
Kita kembali kepada bagian lain dari ayat pertama di dalam penggal ini:
“Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.(110)
Ini merupakan motivasi kepada Ahli Kitab untuk beriman, karena iman ini lebih baik bagi mereka. Lebih baik bagi mereka di dunia ini, karena dengan iman ini mereka akan terhindar dari perpecahan dan pembusukan yang menjangkiti konsepsi-konsepsi ideologi yang mereka anut selama ini. Ia juga menghalangi mereka untuk penguatan identitas, karena konsepsi-konsepsi mereka tidak mampu menjadi sistem sosial bagi kehidupan mereka sehingga tatanan-tatanan sosial mereka berdiri tanpa fondasi, timpang atau mengawang di udara sebagaimana layaknya setiap sistem sosial yang tidak berdiri di atas ideologi yang komprehensif dan di atas tafsir yang utuh tentang alam wujud, tujuan eksistensi manusia dan kedudukan manusia di alam semesta ini. Iman juga lebih baik bagi mereka di akhirat, karena ia menghindarkan mereka dari nasib buruk yang telah menanti orang-orang yang tidak beriman.
Ayat ini juga menjelaskan kondisi mereka, tanpa mengabaikan hak orang-orang shalih diantara mereka:
“Diatara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (110)
Sekelompok Ahli Kitab telah beriman dengan keimanan yang baik, di antara mereka adalah Abdullah bin Salam, Asad bin Ubaid, Tsa’labah bi Syu’bah dan Ka’ab bin Malik. Mengenai mereka itulah ayat ini berbicara secara umum—dan secara rinci di dalam ayat berikutnya, sedangkan kebanyakan mereka menyimpang dari agama Allah, ketika mereka tidak mematuhi perjanjian Allah dengan para Nabi: “Hendaknya masing-masing mereka beriman kepada saudaranya yang datang sesudahnya dan membelanya”. Mereka menyimpang dari agama Allah, enggan menerima kehendak Allah yang mengutus Rasul terakhir bukan dari kalangan mereka, dan enggan mengikuti Rasul tersebut dan menerapkan syari’at terakhir dari sisi Allah untuk semua manusia.
Karena sebagian kaum Muslimin masih memiliki berbagai hubungan dengan orang-orang Yahudi di Madinah, dan karena orang-orang Yahudi hingga saat ini masih memiliki kekuatan yang nyata, baik militer ataupun ekonomi, sehingga sebagian kaum Muslimin masih memperhitungkannya, maka al-Qur’an menumbuhkan keyakinan di dalam jiwa kaum Muslimin bahwa urusan orang-orang fasiq itu kecil dan bahwa hakikat mereka lemah karena kekafiran, dosa dan kemaksiatan mereka, karena perpecahan mereka menjadi beberapa golongan dan kelompok, dan karena kehinaan serta kerendahan yang telah ditetapkan Allah atas mereka.
3. KESIMPULAN
Dalam mengarungi lautan kehidupan di dunia ada dua hal yang tidak pernahkita sunyi darinya, dimana kita mempunyai pilihan atas dua hal tersebut yaitu kebaikan dan disisi lain yang disebut kemunkaran.
Mengingat bahwa kebaikan merupakan idaman bagi semua manusia karena dengan kebaikan itu berujung kepada kebahagian, sedangkan kemujnkaran merupakan pangkal dari penderitaan dan kesengsaraan, maka Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur telah memberikan akal dan pikiran bagi manusia untuk memilih satu diantara keduanya dengan menggunakan tolok ukur syari'at. Dimana umat muslim, untuk itu mendapatkan perintah untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan munkar. Untuk bagaimana dapat terciptanya kebaikan dan dijauhinya kemunkaran tersebut, lahirlah perintah untuk melakukan anjuran untuk berbuat baik dan meninggalkan kemunkaran yang dikenal sebagai amar ma'ruf nahi munkar.
Dengan adanya peran amar ma’ruf nahi munkar yang dialamatkan kepada setiap individu maupun kepada masyarakat secara luas, maka keburukan, kerusakan dan kemudharatan tersebut dapat ditiadakan atau diminimalisir serta sebaliknya kebaikan dan kemaslahatan akan dapat diciptakan. Sehingga peran amar ma’ruf nahi munkar ini sangatlah besar dirasakan manfaatnya bagi seluruh hamba Allah Yang Maha Pemurah.
Daftar Pustaka
Al-Jashash, Ahkamul Qur’an jilid 2
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Terjemahan Tafsir Al-Maraghy Jus 4, Toha Putra, Semarang, 1986
Asy-Syaukaniy, Fathul Qadir, jilid 1
Bahreisy, H. Salim dan H. Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid II, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1990
Buhairi, Syaikh M. Abdul Athi, Tafsir Ayat-ayat Yaa Ayyuhal-ladziina Aamanuu Jilid I, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2005
Eramuslim.com/kriteria-umat-terbaik/htm
Hazm, Ibnu, Al-Fashl Fil Milal Wan Nihal jus 5
Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, PT Hidakarya Agung, Jakarta 2004.
Quthb, Sayyid,Tafsir Fi Dzilalil Qur’an ”dibawah naungan Al-quran” Jilid 3, Gema Insani, Jakarta, 2001,
Syihab, M. Qurais, Wawasan Al-Quran, PT Mizan Pustaka, Bandung, 2007, Cet XVIII
Taimiyah, Ibnu, Al-Amru bil Ma’ruf wan Nahyi ‘Anil Munkar

0 komentar:

 
 
 

Free Ebook Down Load

score blog

survey

 
Copyright © dakwah tiada henti