Jumat, 08 April 2011

KHILAFAH BANI UMAYYAH
I. Pendahuluan
Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam untuk umat Islam sedunia. Para fukaha menta'rifkan Khilafah sebagai: ri’âsatun ‘âmmatun li al-muslimîn jamî‘ fî ad-dunyâ li iqâmati ahkâmi syar‘i al-Islâmi wa hamli ad-da‘wah al-islâmiyy ilâ al-‘âlam. (kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia unt menegakkan hukum syariah Islam dan mengemban dakwah ke seluruh dunia).
Sepanjang sejarah khilafah tidak semuanya lurus. Khalifah adalah manusia yang juga bisa menyimpang dari islam. Namun, penyimpangan perilaku khalifah dari hukum syariah bukan karena kesalahan sistem Khilafahnya. Karena itu kalau ada khalifah yang terbunuh, yang salah bukanlah sistem khilafahnya, tetapi tindakan pembunuhan itulah yang menyimpang dari hukum syariah.
Sebagai bagian dari khazanah masa lalu, sejarah panjang perjalanan islam telah membentuk suatu peradaban yang mengalami pasang surut. Hal ini tampak dalam hadis Nabi yang menjelaskan tentang keadaan dan kondisi umat islam, yang dalam hal ini Nabi cirikan dengan keadaan para penguasanya. Setidaknya beliau
membagi fase peradaban islam setelah beliau wafat dalam empat fase. Fase pertama adalah fase dimana kepemimpinan kaum muslimin dikelola oleh orang-orang yang mengacu pada cara (manhaj) kepemimpinan nabi, yang adil dan mengangkat kewibawaan Islam. fase ini disepakati sudah berlalu dengan para aktornya adalah khulafaurrasyidin.
Fase kedua merupakan masa dimana para penguasanya kebanyakan adalah penguasa yang sombong, angkuh dan tidak lagi menggunakan manhaj kepemimpinan nabi. Walaupun begitu, para penguasa di fase ini masih menggunakan hukum-hukum Islam sebagai dasar perundangan negara. Selanjutnya kaum muslimin akan dihadapkan dengan masa dimana para penguasanya adalah penguasa yang zholim, kejam dan menindas kaumnya sendiri. Fase inilah yang kemudian ditengarai sedang terjadi di dunia Islam pada masa-masa sekarang. setelah fase yang ketiga ini selesai, maka akan muncul masa dimana kepemimpinan umat Islam akan diusung kembali oleh penguasa yang adil. Yaitu orang-orang yang memimpin sesuai dengan manhaj.
kepemimpinan Rasulullah. Fase-fase peradaban Islam di atas, juga mewariskan berbagai macam hal yang sangat mempengaruhi dan berharga pada dinamika kehidupan peradaban manusia. Ditinjau dari warisan peradaban Islam dari masa ke masa, akan terlihat perbedaan mendasar karakteristik warisan itu, sesuai dengan fase peradaban Islam yang saat itu terjadi.
Dalam makalah ini kami membatasi diri dalam pembahasan dinasti Bani Umayyah, yang menjadi tonggak awal terbentuknya sistem monarkhi dalam islam dan perkembangan peradaban di dunia islam.
II. Pembahasan
 Asal usul Pertumbuhan Bani Umayyah
Bani Umayyah merupakan anak turun dari Umayyah bin Abdul Syams, yang merupakan salah satu dari suku Quraisy. Pada masa sebelum islam bani Umayyah selalu bersaing dengan bani Hasyim yang juga termasuk suku Quraisy. Pada masa itu, bani Umayyah memegang peranan penting dalam masyarakat Mekah. Merekalah yang menguasai pemerintahan dan perdagangan pada masa itu. Akan tetapi, ketika agama islam mulai berkembang dan mendapatkan pengikut, mereka merasa bahwa kekuasaan dan perekonomiannya menjadi terancam. Sehingga pada waktu itu mereka sangat memusuhi agama islam. Namun pada akhirnya, ketika islam menjadi kuat dan dapat menguasai Mekah, mereka mulai menyerah dan bahkan mau memeluk islam. Diantara mereka terdapat Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang dikemudian hari menjadi pendiri dinasti Umayyah.
Kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah Bin Abu Sufyan pada tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132H/750 M. Muawiyah bin Abu Sufyan adalah seorang politisi handal dimana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib. Tepatnya setelah Husein putra Ali bin Abi Thalib dapat dikalahkan oleh Umayyah.
Memasuki masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaaan Bani Umayah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi kerajaan turun temurun. Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anak nya, Yazid. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya "Khalifah Allah" dalam pengertian "penguasa" yang diangkat oleh Allah.
Keberhasilan Muawiyah mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya akibat dari kemenangan terbunuhnya Khalifah Ali, akan tetapi ia memiliki basis rasional yang solid bagi landasan pembangunan politiknya dimasa depan. Adapun faktor keberhasilan tersebut adalah :
1. Dukungan yang kuat dari rakyat Syria dari keluarga Bani Umayyah.
2. Sebagai administrator, Muawiyah mampu berbuat secara bijak dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting.
3. Muawiyah memiliki kemampuan yang lebih sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat hilm sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekkah zaman dahulu, yang mana seorang manusia hilm seperti Muawiyah dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi.
Naiknya Muawiyyah (661-680 M) ketampuk kekuasaan telah dianggap sebagai penanda berakhirnya satu fase dan dimualainya fase yang lain khalifah empat yang awal, dari Abu Bakar hingga Ali, dikenal oleh mayoritas muslim sebagai Al-khulafa’ Al-Rasidun atau “para memimpin yang mendapat petunjuk” para khalifah yang datang kemudian dilihat dengan cara yang agak berbeda, sejak saat itu, hingga seterusnya, kedudukan ini betul-betul berdasarkan keturunan, kendati beberapa ide tentang pemilihan atau setidak-tidak tentang pengakuan formal oleh para pemimpin umat masih berlangsung, pada dasarnya sejak saat itu kekuasaan digenggam oleh satu keluarga Umayyah, yang dikenal dari nenek moyang nya sebagai anak keturunan umayyah. Ketika muawiyyah wafat, ia kemudian digantikan oleh putranya.
Kekuasaan bani umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota Negara dipindahkan dari Madinah ke damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya.
Adapun raja-raja yang berkuasa pada dinasti Umayyah ini berjumlah 14, antara lain :
1. Mu’awiyah I bin Abi Sufyan (41-61H/661-680M)
2. Yazid bin Mu’awiyah (61-64H/680-683M)
3. Mu’awiyah II bin Yazid (64-65H/683-684M)
4. Marwan bin Hakam (65-66H/684-685M)
5. Abdul Malik bin Marwan (66-86H/685-705M)
6. Al-Walid bin Abdul Malik (86-97H/705-715M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (97-99H/715-717M)
8. Umar bin Abdul Azis (99-102H/717-720M)
9. Yazid bin Abdul Malik (102-106H/720-724M)
10. Hisyam bin Abdul Malik (106-126H/724-743M)
11. Al-Walid II bin Yazid (126-127H/743-744M)
12. Yazid III bin Walid (127H/744M)
13. Ibrahim bin Malik (127H/744M)
14. Marwan II Bin Muhammad (127-133H/744-750M).
Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pengikut Ali) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadab Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali.
Setelah Yazid wafat, pemerintahan digantikan oleh Mu’awiyah II bin Yazid. Namun, Mu’awiyah II tidak sanggup memerintah dan menyerahkan kepemimpinannya kepada Marwan bin Hakam. Akan tetapi, Marwan hanya memerintah selama 9 bulan dan mengundurkan diri karena tidak bisa menghadapi pergolakan politik yang terjadi. Suasana kerajaan bisa dipulihkan setelah kekhalifahan dipegang oleh Abdul Malik bin Marwan, tepatnya ketika gerakan yang dipimpin oleh Abdullah bin Zubeir berhasil ditumpas. Pada masa inilah kemajuan dinasti Umayyah dimulai, diantaranya :
• Menetapkan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi.
• Mendirikan Balai kesehatan untuk rakyat.
• Mendirikan Masjid di Damaskus.
Kejayaan Kerajaan Umayyah semakin menonjol setelah diperintah Al-Walid bin Abdul Malik, yaitu tahun 705-715 M. Pada masanya, kerajaan Umayyah mampu memperluas wilayah kekuasaan Islam sampai ke India, Afrika Utara, hingga Maroko, dan Andalusia. Pada masa ini perluasan wilayah Islam meliputi sebagai berikut:
a) Wilayah kekuasaan Kerajaan Romawi di Asia Kecil meliputi Ibukota Konstantinopel serta perluasan ke beberapa pulau di Laut Tengah.
b) Wilayah Afrika Utara sampai ke pantai Atlantik dan menyeberangi selat Jabal tarik (Selat Gibraltar).
c) Wilayah Timur, Bagian Utara di seberang sungai Jihun (Amru Daria).
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd Al-Aziz (717-720 M) hubungan pemerintah dengan golongan oposisi mulai membaik. Ketika dinobatkan sebagai khalifah, Beliau menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, dia berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan Syi’ah. Dia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperingan, kedudukan Mawali disejajarkan dengan muslim Arab.
Sepeninggal Umar ibn Abd Al-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid ibn Abd al-Malik (720- 724 M). Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid ibn Abd Al-Malik. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam ibn Abd Al-Malik (724-743 M). Bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini, mampu menggulingkan dinasti Umayyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbas. Sebenarnya Hisyam ibn Abd al-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi terlalu kuat khalifah tidak berdaya mematahkannya.
Sepeninggal Hisyam ibn Abd al-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya, pada tahun 750 M, Daulat Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.
 Sistem Pemerintahan Dinasti Umayyah
Memasuki masa kekuasaan Mu’awiyyah yang menjadi awal kekuasaan bani Umayyah ini, sistem pemerintahan islam yang dulunya bersifat demokrasi berubah menjadi monarki heredetis (kerajaan turun temurun). Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid . Beliau menjadikan azas nepotisme sebagai dasar pengangkatan khalifah. Hal ini menunjukkan bahwa Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium, yakni penerapan garis-garis kepemimpinan.
Perintah ini tentu saja memberikan sinyal awal bahwa kesetiaan terhadap Yazid merupakan bentuk pengokohan terhadap sistem pemerintahan yang turun temurun telah coba dibangun oleh Mu’awiyah. Tidak ada lagi suksesi kepemimpinan berdasarkan asas musyawarah (syuro) dalam menentukan seorang pemimpin baru. Mu’awiyah telah merubah model kekuasaan dengan model kerajaan yang membenarkan regerisasi kekuasaan dengan cara memberikan kepada putera mahkota. Orang-orang yang berada di luar garis keturunan Mu’awiyah, secara substansial tidak memiliki ruang dan kesempatan yang sama untuk memimpin pemerintah Umat Islam, karena sistem dinasti hanya membenarkan satu kebenaran bahwa suksesi hanya bisa diberikan kepada keturunan dalam dinasti tersebut.


 Perkembangan Islam Pada Masa Bani Umayyah
Kebijakan konsolidasi rezim kekhilafahan yang terpenting adalah melanjutkan gerakan penaklukan yang berskala dunia. Dalam peperangan tersebut jadilah negri-negri seperti Afriaka Utara, Spanyol, Transoxania, dan sebagian negri Sindh menjadi bagian dari wilayah imperium muslim.
Dimensi administrasi dan militer umayyah masa akhir diperkuat dengan sebuah kebijakan ideologi baru. Pada masa pemerintahan Abdul Malik untuk pertama kalinya khilafah mencetak mata uang logam sendiri menggantikan mata uang Bizantium dan sasania. Mata uang yang baru ini menghilangkan simbolisme Kristen dan Zoroastrian, dan memperkenalkan model koin terbuat dari emas dan perak yang bertuliskan huruf arab sebagai symbol kedaulatan Negara, dan kemerdekaan dan kesamaan kedudukan dengan beberapa imperium yang terdahulu. Lebih dari itu, Negara juga menandai kedaulatanya dengan mendirikan sejumlah bangunan monumental. Pada masa pemerintahan Abdul Malik,Yerusalem ditunjuk sebagai kota suci bagi umat islam, dan masjid kubah baru dibangun pada tanah peribadatan umat yahudi kuno. Pada masa pemerintahan Al-Walid, dibangun beberapa masjid baru di Madinah dan Damaskus. Hiasan pada masjid-masjid tersebut melambangkan kejayaan bangsa Arab dan menjadi bukti pengabdian Negara kepada agama. Semuanya melambangkan keagungan Negara dan sangat besar artinya bagi komunitas Muslim.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Semasa bani Umayyah berkuasa, banyak institusi politik dibentuk, misalnya undang-undang pemerintahan, dewan menteri, lembaga sekretariat negara, jabatan pos dan giro serta penasihat khusus di bidang politik. Dalam tatanan ekonomi dan keuangan juga dibentuk jabatan ekspor dan impor, badan urusan logistik, lembaga sejenis perbankan, dan badan pertanahan negara. Sedang dalam tatanan teknologi, dinasti ini telah mampu menciptakan senjata-senjata perang yang canggih pada masanya, sarana transportasi darat maupun laut, sistem pertanian maupun pengairan.
Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata. Lambang Negara yang sebelumnya tidak pernah dibuat oleh Al-Khulafaur Rasyidin, mulai dibuat pada masa ini. Ia menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya, yang menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
Khalifah Abd Al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Ia juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Keberhasilan Khalifah Abd Al-Malik diikuti oleh puteranya Al-Walid ibn Abd Al-Malik (705- 715 M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung- gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Selain melakukan perbaikan di berbagai bidang seperti yang telah disebutkan di atas, dinasti Umayyah juga melakukan perubahan dalam beberapa bidang, seperti :
• Bidang sosial
Pada masa dinasti ini, stratifikasi sosial mulai dikenal. Rakyat imperium arab terbagi kedalam empat golongan. Golongan pertama merupakan golongan yang terdiri atas kaum muslimin yang memegang kekuasaan dan dikepali oleh anggota istana serta kaum ningrat dari penakluk arab. Golongan kedua merupakan golongan neomuslim, baik dengan atas kemauan sendiri maupun paksaan. Golongan ketiga merupakan kaum non muslim yang mengikat perjanjian dengan kaum muslim. Golongan keempat merupakan golongan budak yang merupakan golongan terendah.
Meskipun sistem pemerintahan tidak berjalan demokratis, namun kondisi sosial pada masa dinasti Umayyah tetap damai dan adil. Kebebasan memeluk agama pun juga dijamin. Diantara usaha positif yang dilakukan oleh para khilafah daulah Bani Umayyah dalam mensejahterakan rakyatnya ialah dengan memperbaiki seluruh sistem pemerintahan dan menata administrasi yang bertugas mengurusi masalah keuangan negara yang dipergunakan untuk:
• Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.
• Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.
• Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
• Perlengkapan perang.
Disamping usaha tersebut Daulah Bani Umayyah memberikan Hak dan perlindungan kepada warga Negara yang berada dibawah pengawasan dan kekuasaannya. Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan kesewenangan. Oleh karena itu Daulah ini membentuk lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh seorang ketua Hakim (Qadli). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara dengan ijtihadnya. Para hakim menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping itu kehakiman ini belum terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan kekuasaan penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau pengaruh suatu golongan politik.
• Bidang pendidikan
Nampaknya pendidikan Islam pada masa periode Dinasti Umayyah ini hampir sama dengan pendidikan pada masa Khulafaur Rasyiddin. Para Khalifah agaknya kurang memperhatikan bidang pendidikan, sehingga perkembangannya pun kurang maksimal. Meskipun demikian, Dalam bidang ini, dinasti Umayyah memberikan andil yang cukup signifikan bagi perkembangan budaya arab pada masa sesudahnya, terutama dalam pengembangan ilmu-ilmu agama islam, sastra, dan filsafat.
Bila dibandingkan dengan masa Khulafa Ar-Rasyidin, pola pendidikan Islam pada periode Dinasti Umayyah telah mengalami perkembangan. Hal ini ditandai dengan semaraknya kegiatan ilmiah di tempat-tempat yang telah disediakan untuk kegiatan tersebut. Materi yang diajarkan bertingkat- tingkat dan bermacam-macam, dimana kurikulumnya telah disesuaikan dengan tingkatannya masing-masing. Metode pengajarannya pun tidak sama. Sehingga melahirkan beberapa pakar ilmuwan dalam berbagai bidang tertentu.
Tempat-tempat yang telah disediakan demi perkembangan pendidikan Islam pada masa Dinasti Umayyah ada tiga yaitu: Kuttab, Masjid, dan Majelis Sastra. Khuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al Quran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam. Setelah pelajaran anak-anak di kuttab selesai mereka melanjutkan pendidikan yang dilakukan di masjid. Pada Dinasti Umayyah ini, pendidikan yang dilaksanakan di mesjid terdiri dari dua tingkat yaitu: tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah, guru belumlah ulama besar sedangkan pada tingkat tinggi gurunya adalah ulama yang dalam ilmunya dan masyhur kealiman serta keahliannya. Sedangkan Majelis sastra, merupakan balai pertemuan untuk membahas masalah kesusasteraan dan juga sebagai tempat berdiskusi mengenai urusan politik yang disiapkan oleh khalifah yang dihiasi dengan hiasan yang indah dan hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama terkemuka.
• Bidang seni
Pada masa Daulah Bani Umayyah ini bidang seni juga mengalami perkembangan, terutama seni bahasa, seni suara, seni rupa, dan seni bangunan (Arsitektur). Dalam bidang arsitektur, peranan khalifah daulah Umayyah sangat menonjol. para khalifah sangat menyokong perkembangan seni ini seperti menara yang diperkenalkan oleh Mu’awiyah. Kubah as-sakhra di yerussalem yang dibangun oleh Abdul Malik pada tahun 691, merupakan salah satu contoh hasil karya arsitek muslim zaman permulaan yang paling cantik. Bangunan ini merupakan masjid yang pertama kali ditutup dengan kubah. Pada sekitar abad VII Walid ibn Abdul Malik membangun masjid agung di syiria berdasarkan nama-nama penguasa dinasti umayyah. Dengan demikian, perkembangan arsitektur mencapai puncaknya pada bentuk dan arsitektur masjid-masjid.
Masa pemerintahan Abdurrahman I dipandang oleh para sejarawan (islam maupun barat) sebagai masa pembangunan besar-besaran, ia membangun istana yang indah dan megah, ia juga membangun masjid agung dikota cordoba, masjid agung Al-Hamra.
• Ilmu pengetahuan
Pada masa dinasti ini, tepatnya pada paroh terakhir dinasti Umayyah, cabang-cabang ilmu baru yang sebelumnya belum pernah diajarkan dalam dunia islam mulai diajarkan seperti, tata bahasa, sejarah, geografi dan lain-lain. Pada masa Umayyah, ilmu pengetahuan klasik islam dibedakan atas dua macam, ilmu-ilmu pengetahuan yang bersumber dari Al-Quran, dan ilmu pengetahuan yang diambil dari umat lain, yaitu :
1. Al-Adaabul Hadits (ilmu-ilmu baru), yang meliputi : Al-ulumul Islamiyah (ilmu al-Qur’an, Hadist, Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, At-Tarikh dan al-Jughrafi), Al-Ulumul Dakhiliyah (ilmu yang diperlukan untuk kemajuan Islam), yang meliputi : ilmu thib, filsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta lainnya yang disalin dari Persia dan Romawi ;
2. Al-Adaabul Qadamah (ilmu lama), yaitu ilmu yang telah ada pasa zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman khalifah yang empat, seperti ilmu lughah, syair, khitabah dan amtsal.
Usaha yang tidak kalah pentingnya pada masa Dinasti Umayyah ini dimulainya penterjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam Bahasa Arab, seperti yang dilakukan oleh Khalid ibn Yazid ibn Mu'awiyah. Ia merupakan seorang orator dan penyair yang berpikiran tajam. Ia pula orang yang pertama kali menerjemahkan ilmu pengetahuan yunani ke dalam bahasa arab, seperti astronomi, kedokteran dan kimia. Bahkan, Ia memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang kimia dan kedokteran serta mengarang beberapa buku dalam bidang tersebut. Pada masa Umar ibn Abdul Aziz, sekolah kedokteran yang pada awalnya berada di Alexandria dipindahkan ke Antokia. Di bawah pemerintahannya karya yunani banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa arab.
Pada masa ini pula ilmu tafsir dan tafsir al-qur’an mulai berkembang dengan pesat. Ilmu tafsir memiliki letak yang strategis, disamping karena faktor luasnya kawasan Islam ke beberapa daerah luar Arab yang membawa konsekwensi lemahnya rasa seni sastra arab, juga karena banyaknya yang masuk Islam. Hal ini menyebabkan pencemaran bahasa Al Quran dan makna Al Quran yang digunakan untuk kepentingan golongan tertentu. Pencemaran Al Quran juga disebabkan oleh faktor intervensi yang didasarkan kepada kisah-kisah Israiliyyat.
Selain ilmu tafsir, ilmu hadist juga mendapatkan perhatian serius. Khalifah Umar ibn Abdul Aziz yang memerintah hanya dua tahun 717-720 M pernah mengirim surat kepada Abu Bakar ibn Amir bin Ham dan kepada ulama yang lain untuk menuliskan dan mengumpulkan hadist- hadist, namun hingga akhir pemerintahannya hal itu tidak terlaksana. Sungguhpun demikian pemerintahan Umar ibn Aziz telah melahirkan metode pendidikan alternative, yakni para ulama mencari hadist ke berbagai tempat dan orang yang dianggap mengetahuinya yang kemudian dikenal metode Rihlah. Pada masa dinasti inilah, kitab tentang ilmu hadist sudah mulai dikarang oleh para ulama muslim. Beberapa ulama hadist yang terkenal pada masa itu, antara lain : Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidilah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri, Ibnu Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’i Abdurrahman bin Amr, Hasan Basri as-Sya’bi).
Dibidang fiqh secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu aliran ahli al-Ra’y dan aliran al-hadist, kelompok aliran pertama ini mengembangkan hukum Islam dengan menggunakan analogi atau Qiyas, sedangkan aliran yang kedua lebih berpegang pada dalil-dalil, bahkan aliran ini tidak akan memberikan fatwa jika tidak ada ayat Al Quran dan hadits yang menerangkannya. Nampaknya disiplin ilmu fiqh menunjukkan perkembangan yang sangat berarti. Periode ini telah melahirkan sejumlah mujtahid fiqh. Terbukti ketika akhir masa Umayyah telah lahir tokoh mazhab yakni Imam Abu Hanifah di Irak dan Imam Malik Ibn Anas di Madinah, sedangkan Imam Syafi’i dan Imam Ahmad ibn Hanbal lahir pada masa Abbasyiyah.
dengan demikian dapat dikatakan bahwa peradaban islam sudah bersifat internasional, meliputi tiga benua, sebagian Eropa, Afrika dan Sebagian besar Asia. Penduduknya meliputi puluhan bangsa, menganut bermacam-macam agama, kebudayaan, bahasa. Semua itu disatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa pemersatu dan agama islam menjadi agama resmi Negara.
 Keruntuhan Bani Umayyah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umayah lemah dan membawanya kedalam kehancuran, faktor ini antara lain adalah:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturanya tidak jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan persaingan yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yan terjadi dimasa Ali. Sisa-sisa Syiah, (para pengikut Ali) dan khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti dimasa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekeuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan Mawali (non-Arab), terutama di irak dan wilayah bagian timur lainya, merasa tidak puas karena status mawali menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulat bani umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah, dan golongan mawali yang dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
III. Kesimpulan
Era khilafah Umayyah dikenal sebagai era penakhlukan. Dengan stabilitas politik didalam negri yang diwariskan oleh khalifah Abd Al-Malik, selain Al-walid, penerus Abd Al-Malik, bisa melakukan pembangunan yang luar biasa, bukan saja fisik tetapi juga non fisik.

Daftar Pustaka
Ajid Thohir. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam: Rajawali Pers.
Albert Hourani, Sejarah Bangsa-bangsa Muslim, Mizan Pustaka, Bandung, 2004
An-Nabhani, Taqiyuddin, Nidzamul Islam, HTI Press, Jakarta. Cet 4, 2009
, Syahsiyah Islamiyah jilid II, Darul al-Ummah, Beirut. 2003
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2008
Chalil, Munawar, Empat Biografi Imam Mazhab, Jakarta, Bulan Bintang, 1989
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedia Islam, Ikhtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1994, vol. V
Direktoran Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG RI, Text Book. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Ujung Pandang, 1981/1982. Jilid I
http//Imronfauzi.wordpress.com
http:/ /muhlis.files.wordpress.com.
http://deemuhammad.blogspot.com
http://Afzalurrahman Assalam.WordPress.com
http://zanikhan.multiply.com/
Ismail, Faisal, Paradigma Kebudayaan Islam "Studi Kritis dan Refleksi Historis". Titan Ilahi Press. Jogjakarta. 1998 Cet II
Lapidus, Ira. M. Sejarah Sosial Ummat Islam bagian kesatu dan kedua, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000
Mahmud, Yunus. Sejarah Pendidikan Islam, PT. Hida Karya Agung, Jakarta,, 1981
Majalah al-wa’ie. No 128. Tahun XI, 1-30 April, 2011
Muktamar Ulama’ Nasional “Kuatkan Ukhuwah songsong Nasrullah”,Istora Senayan, Jakarta 2009
Peta Sejarah umat islam dari kelahiran, kegemilangan hingga kemunduran, Al-Wa’ie
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik "perkembangan ilmu pengetahuan islam". Kencana Prenada Media Group. Jakarta, 2007
Taimiyah, Taqiyuddin Ibnu, As-Syiyasah As-Syar’iyah fi Islah Ar-Ra’iyah. Mesir, Darul Kitab al-Gharbi, 1951

0 komentar:

 
 
 

Free Ebook Down Load

score blog

survey

 
Copyright © dakwah tiada henti