KAJIAN ONTOLOGI ILMU DAKWAH

Selasa, 22 Februari 2011

I.PENDAHULUAN
Dakwah dimulai sejak Nabi Adam menerima wahyu dan mengajarkanya kepada umat manusia. Dengan demikian berbicara mengenai dakwah sebagaimana berbicara mengenai usaha manusia itu sendiri, kegiatan yang dilakukan Nabi pertama dan bapak manusia itu dilanjutkan secara continue sampai Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW.
Dakwah merupakan kewajiban dan tugas bagi seorang muslim tentu sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dakwah islam merupakan suatu usaha dan kegiatan orang beriman dalam mewujudkan ajaran islam dengan menggunakan sistem dan cara tertentu kedalam kenyataan hidup perorangan, keluarga, kelompok, masyarakat maupun negara. Dapat dikatakan pula dakwah merupakan aktivitas transformasi nilai islam kedalam realitas masyarakat.
Adapun ilmu dakwah pada hakekatnya yaitu sebuah ilmu yang menyadarkan manusia dan mengembalikan masusia pada fitrahnya, pada fungsi dan tujuan hidup manusia menurut islam. Maka ilmu dakwah merupakan ilmu tranformatif untuk mewujudkan ajaran islam menjadi tatanan khairul ummah.
Sebagai suatu ilmu pengetahuan, dakwah sudah barang tentu memiliki objek atau sasaran pembahasan tertentu, baik berupa objek material maupun objek formal. Hal inilah yang akan kami bahas dalam makalah ini.
II. PEMBAHASAN
Keapaan Dakwah
Merujuk pada makna yang terkandung dalam Alquran surat al-nahl ayat 125 dakwah islam dapat dirumuskan sebagai kewajiban muslim mukallaf, untuk mengajak dan memanggil orang berakal untuk menjalani jalan Tuhan (din al islam) dengan cara hikmah. Tujuan sikap hikmah adalah meletakan setiap perkara pada prororsinya yang tepat, serta dapat mencapai sasaran dengan mudah hanya dengan sedikit pengorbanan. Kemudian Mauzhah hasanah (supermotivasi positif), dan yang terakhir adalah mujadalah yang ahsan (cara-cara yang lebih metodelogis), dengan respon positif atau negatif dari orang berakal yang di ajak, diseru dan dipanggil disepanjang zaman dan di setiap ruang.

Berangkat dari ruang lingkup dakwah islamiyah, maka implementasi dakwah Nabi menggunakan asasual tatdrij (bertahap), (1) Nabi berdakwah kepada kerabat dekat, kemudian diperluasnya dan diperluaskanya kepada penduduk mekah dan sekitarnya, kemudian meluas lagi mencakup seluruh manusia. Karena Islam adalah agama dakwah, maka islam harus desebarkan kepada seluruh umat manusia, dengan demikian umat islam bukan saja berkewajiban melaksanakan ajaran islam, namun juga harus menyampaikan atau mendakwahkan kebenaran ajaran islam terhadap orang lain.
Dakwah dalam konteks perkembangan dan penyebaran ajaran islam menjadi aspek yang cukup fundamental. Islam tidak mungkin dikenal dan dipahami serta dianut tanpa adanya proses dakwah rasul. Kegiatan dakwah dalam perkembanganya ditradisikan dari para ulama’ dari satu gerenari ke generasi hingga sekarang. Mereka lebih dikenal sebagai da’i dan mujahid islam yang berpredikat sebagai pewaris para Nabi.
Hakikat dakwah islam tersebut adalah perilaku keislaman muslim yang melibatkan unsur dai, maudhu atau pesan, wasilah atau media, uslub atau metode, mad’u, dan respons serta dimensi hal maqom atau situasi dan kondisi. Interaksi antar unsur dakwah islam ini dalam tataran praktisnya adalah objek formal kajian ilmu dakwah. Teori tentang objek formal dan objek material (perilaku keislaman muslim) menjadi substansi ilmu dakwah islam. Dari sisi objek materialnya, dakwah islam bersentuhan dengan kajian ilmu keislaman selain dakwah dan tentang perilaku. Dengan demikian ilmu dakwah berkarakter interdisipliner.
Terdapat tiga bentuk utama dalam proses mendakwahkan islam, yaitu pertama melalui ahsan qowl atau bahasa yang baik, kedua melalui ahsan amal atau perbuatan baik dan reformatif, dan ketiga keterpaduan bentuk ahsan qowl dan ahsan amal, yaitu gerakan percontohan yang baik.
Mengacu pada uraian yang telah dipaparkan di atas, maka lahirlah dua proposisi hakikat dakwah islam. Yaitu, pertama dakwah islam adalah proses internalisasi, transmisi, difusi, institusionalisasi, dan transformasi dien al-islam dalam totalitas kehidupan manusia mukallaf guna mencapai hakekat tujuan hidup didunia kini dan diakherat kelak. Kedua bahwa proses dakwah islam dari segi konteksnya mengharuskan terjadinya ketumpang tindihan dalam fokus dan pemokusanya.
Berdasarkan pemaparan sederhana dimuka, maka dapat dikemukakan suatu kesimpulan sederhana, bahwa menegakan kebajikan (virtue, goodness) dan melaksanakan amar ma’ruf nahy mungkar, adalah esensi dari tugas dakwah yang diemban manusia.
Pada faktanya kegiatan dakwah dalam islam sesungguhnya meliputi semua dimensi kehidupan manusia. Pasalnya adalah karena amar ma’ruf nahi mungkar juga meliputi segala aspek kehidupan manusia. Penting dicatat bahwa pendukung amar mungkar nahi ma’ruf juga menggunakan jalur kehidupan. Secara demikian, kegiatan budaya, politik, ekonomi, sosial dan lain-lain dapat dijadikan kegiatan dakwah, baik dakwah islamiyah (dakwah ila Allah) maupun dakwah jahiliyah. Yakni dakwah yang menjadikan neraka sebagai pelabuhan terakhir (dakwah ila al-nar).
Ibnu Taimiyah menegaskan perlunya pemahaman, kesabaran, sopan santun dan lemah lembut yang harus dimiliki oleh setiap orang yang terlibat dalam urusan amar ma’ruf nahy mungkar, sifat berani menegakan kebenaran itu harus ada, dalam pengertian teguh pendirian yang didasari oleh keyakinan dan keimanan yang penuh kepada Allah.
Muhamad Natsir dalam buku Fiqhud Dakwah, mengatakan bahwa ada tiga metode ilmu dakwah yang relevan yang disampaikan ditengah masyarakat, yaitu dakwah bil lisan, dakwah bil kalam dan dakwah bil hal. Dalam prakteknya dewasa ini, baru dakwah bil lisan yang sering dilakukan, sementara dakwah bil kalam dan bil hal masih jauh dari harapan, itulah sebabnya kualitas dakwah hingga kini masih tetap memprihatinkan. Berdasarkan paparan sederhana dimuka, maka dapat dikemukakan suatu kesimpulan sederhana bahwa menegakan kebajikan (virtue, goodness) dan melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar, adalah esensi dari tugas dakwah yang diemban manusia.
Secara teologis, dakwah islam meliputi dua sasaran yakni, (1) masyarakat yang belum mengenal islam dan (2) masyarakat islam sendiri. Pada masyarakat yang belum mengenal islam, dakwah biasanya dipahami sebagai ajakan dan suruhan kepada mereka agar mau mempelajari islam, memeluknya dan mengamalkan ajaran-ajaranya. Sementara pada masyarakat muslim sendiri, dakwah dapat diartikan sebagai ajakan atau suruhan kepada mereka agar melaksanakan ajaran-ajaran islam secara kaffah dan mengaplikasikan amar ma’ruf nahy mungkar dalam kehidupan sosial mereka.
Secara sosiologis-empiris, menurut nurkholis madjid (1999:97) dakwah yang berkembang di tengah masyarakat cenderung mengarah kepada nahi mungkar, yakni tekanan-tekanan untuk melawan , dan kurang amar ma’rufnya, yang mengajak kepada kebaikan, kebersamaan, suatu cita-cita. Barang kali ini sebabnya mengapa sikap pro-aktif masih menjadi tantangan besar kaum muslin.
Dalam perspektif sosiologi, pada dasarnya keduanya, yakni al-ma’ruf dan al- mungkar menunjuk kepada kenyataan bahwa kebaikan dan keburukan itu ada dalam masyarakat . Umat islam dituntut untuk dapat mengenali kebaikan dan keburukan yang ada dalam masyarakatr itu, kemudian mendorong, memupuk dan memberanikan diri kepada tindakan-tindakan kebaikan, dan pada waktu yang sama mencegah, mengulangi dan menghambat tindakan-tindakan keburukan.
Dakwah Perspektif Filsafat
Pada dasarnya dakwah dapat dipandang sebagai sebuah realitas. Dan sebagai sebuah realitas dakwah dapat dikaji dan dijelaskan melalui berbagai perspektif, seperti perspektif sosiologi, antropologi, sejarah, politik dan tentu saja filsafat.
Ketika dakwah didekati dari sudut filsafat, dan karenanya disebut sebagai filsafat dakwah, maka akan segera muncul pertanyaan-pertanyaan mendasar yang harus segera dijawab, misalnya, apakah dakwah itu? Apakah tujuan dakwah itu? Apakah dakwah diperlukan bagi kehidupan manusia? mengapa manusia memerlukan dakwah? Apa akibatnya kalau tidak ada dakwah?
Pertanyaan-pertanyaan tadi merupakan problem ontologis dakwah yang harus dijelaskan oleh filsafat dakwah. Secara demikian, karena ia mengkaji problem ontologis, dengan sendirinya filsafat dakwah akan berurusan dengan pertannyaan apa yang hendak diketahui atau esensi yang hendak dikaji atau suatu pengkajian teori untuk mengetahui yang terdalam tentang sesuatu atau apa kenyataan (realitas) dari sesuatu itu.
Dakwah sendiri artinya adalah penyiaran atau propaganda, saluran untuk mempelajari dan mengamalkan agama. Dakwah juga berarti suatu proses upaya mengubah suatu situasi kepada situasi lain yang lebih baik sesuai ajaran islam, atau proses mengajak manusia kejalan Allah SWT, Yaitu ajaran islam.
Menurut sukriyanto (2002: 2), filsafat dakwah adalah filsafat yang berkaitan dengan dakwah sebagai relasi dan aktualisasi imani manusia dengan ajaran islam, Allah dan alam. Secara substansial filosofis, yang hendak dikaji dan dijelaskan dalam filsafat dakwah adalah hakekat dakwah, yaitu apa sebenarnya dakwah itu.
Tujuan dakwah tak lain adalah kepasrahan yang beralasan, bebas dan sadar dari objek dakwah terhadap kandungan dakwah. Ini berarti jika kesadaran objek dakwah dilanggar karena suatu kesalahan atau kelemahanya, maka dakwah juga batal. Abdul Halim Ahmad mengemukakan rincian tujuan dakwah adalah mendidik kepribadian muslim dengan pendidikan islam yang benar.
Dengan melandaskan diri pada paparan sebelumnya, maka tujuan filsafat dakwah dapat dirumuskan demikian:
• Pertama memberikan landasan dan sekaligus menggerakan proses dakwah islam yang bersumber Alquran dan sunnah secara objektif proporsional
• Kedua melakukan kritik dan koreksi terhadap proses dakwah islam yang tengah berlangsung dan sekaligus mengevaluasinya
• Ketiga menegakan keadilan diatas dasar tauhidullah dan tauhid risalah (ali imran: 18, dan al ma’arif: 32-33)
• Keempat upaya penyempurnaan jiwa manusia baik dari sudut teori maupun praktis.
Wilayah Kajian Filsafat Dakwah
Objek formal kajian filsafat dakwah adalah mempelajari hakikat dakwah. Apakah dakwah hanya sekedarmerupakan bentuk dan model sosialisasi dan transformasi ajaran islam? Apakah dakwah hanya mengajak manusia untuk hidup dijalan Allah saja? Apa hubungan dakwah dengan makna rahmatan li al-alamiin, dengan amar ma’ruf nahy mungkar, dengan fungsi kekhalifahan, dengan kemanusiaan, dengan larangan-larangan syirik, larangan menumpuk harta kekayaan, riba, menganiaya orang lain? Dll.
Sementara objek material filsafat dakwah adalah manusia, islam, Allah dan lingkungan (dunia). Filsafat dakwah mencoba melihat proses interaksi antara manusia yang menjadi subjek (da’i) dan objek (mad’u) dalam proses dakwah, islam sebagai pesan dakwah dan lingkungan dimana manusia akan menerapkan dan mengamalkan nilai-nilai islam, serta Allah yang menurunkan islam dan memberi ‘acc’ (takdirnya) yang menyababkan terjadinya perubahan keyakinan sikap dan tindakan.
Secara demikian, bahasan tentang filsafat dakwah tidak akan pernah terlepas dari pembahasan tentang Allah, manusia, serta lingkungan dimana proses dakwah terjadi.
Berdasarkan paparan singkat tadi, maka secara sederhana dapat dirumuskan bahwa ruang lingkup filsafat dakwah adalah sebagai berikut:
• Pertama , manusia sebagai pelaku dakwah dan manusia sebagai penerima dakwah,
• Kedua,agama islam adalah sebagai pesan dakwah yang harus disampaikan
• Ketiga, Allah yang menciptakan manusia dan alam, sebagai Rabb yang memelihara alam dan menurunkan agama islam, serta menentukan proses terjadinya dakwah
• Kekempat, lingkungan alam tempat terjadinya proses dakwah.
Dengan pemahaman sederhana tadi, maka segera diketahui suatu kenyataan bahwa ruang lingkup kajian filsafat dakwah ternyata sangat luas, yakni seluas pemahaman dan wilayah aktivitas keimanan, keislaman ,keihsanan manusia dalam lingkunganya.
Kebutuhan Manusia Terhadap Dakwah
Manusia ketika dialam arwah telah melakukan syahadah (kesaksian bahwa Allah Tuhan mereka), syahadah ini disebut perjanjian ketuhanan (‘ahd allah) dan fitrah Allah. Nurkholis Madjid menyebutkan sebagai perjanjian primordial. Namun manusia lupa akan perjanjian itu setelah ruh bersatu dengan jasad, dalam proses kejadian manusai dan manusia lahir dialam dunia ini. Kemudian Allah memberikan din fitrah (agama yang cocok dengan syahadah ketika di alam ruh). Dan din fitrah ini merupakan din al-dakwah.
Dengan demikian dakwah diperlukan untuk mengaktualkan syahadah ilahiah kedalam kenyataan hidup dalam kehidupan manusia.
Kebutuhan manusia terhadap dakwah, yakni untuk menyelamatkan manusia dari kemungkinan-kemungkinan atau dari hal-hal yang bisa membuat manusia tidak selamat di hadapan Tuhan.
Dalam rumusan Amin Rais, kebutuhan manusia terhadap dakwah adalah karena mausia tidak dapat mengandalkan nasibnya hanya kepada akal dan nafsunya saja. Akal manusia bisa menyeleweng dari kebenaran serta bersifat serba nisbi, sedangkan nafsu manusia cenderung destruktif.
Dakwah Humanisasi, Liberasi dan Transendensi
Dalam surat Ali Imran ayat 110. Allah berfirman:
“Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah...”
Merujuk ayat diatas setidaknya ada tiga gagasan ketika kita bicara tentang dakwah yaitu:
Dalam terjemahan Kunto Wijoyo (UQ, Vol.V. 1994:99) ta’murunna bil ma’ruf itu samadengan Humanisasi atau emansipasi. Melalui amar ma’ruf, manusia dikenalkan pada nilai-nilai luhur dari Tuhan yang akan mengajak manusia menuju jalan keselamatan. Manusia juga dipertemukan dengan nilai-nilai yang akan membuat manusia menjadi manusia. Itulah yang dinamakan Humanisasi.
Puncak pelajaran dan ujian hidup adalah bagaimana lulus menjadi manusia. Seniman yang sukses, birokrat yang berhasil, atau pengusaha yang berjaya atau dosen yang lulus adalah yang dalam kariernya masing-masing sanggup menjadi manusia. Sebab hanya manusialah yang memiliki dan mengerti hati nurani untuk tidak rakus serakah, untuk tidak korupsi dan mencurangi orang lain
Gagasan kunci kedua adalah term tanhawna an al mungkar. oleh Kuntowijoyo term ini diterjemahkan sebagai leberasi. Artinya, proses pembebasan manusia dari hal-hal yang akan membuat manusia tidak selamat dihadapan Tuhan. Bahasa lainya nahy mungkar adalah proses menghindarkan manusia dari anasir-anasir saitaniah dalam kehidupan mereka yang memungkinkan menggelincirkan mereka ke api neraka.
Gagasan kunci terakhir, ketiga adalah tu’minuna bi-Allah. Term ini sering diterjemahkan sebagai proses transendensi, yaitu proses menaikan diri manusia menyatu (transenden) ke keabadian Tuhan.
Dakwah: Dari Fitri Kultural ke Fitri Natural
Pada sejatinya dakwah adalah upaya yang dilakukan oleh manusia yang berangkat dari kesadaran tauhidullah untuk membawa umat manusia kembali kepada tauhidullah. Manusia pada dasarnya fitri dan harus kembali dalam keadaan fitri, dalam perjalanan kehidupanya, manusia yang pada mulanya fitri itu terkotori oleh hal-hal yang tidak fitri, yakni bentuk-bentuk perilaku kufur, sehingga manusia tidak menjadi fitri lagi sebagai manusia.
Dalam kerangka ini. Dakwah dapat dipandang sebagai proses mengembalikan manusia menjadi makhluk yang bertauhid kembali, makhluk yang kembali ke otentisitasnya, alias fitri kembali.
Sementara itu salah satu misi terpenting setiap nabi dan rasul adalah menegakkan tauhidullah sesungguhnya juga berarti mengembalikan manusia kekeadaan fitrinya.
Pada dasarnya hakekat dari sebuah ilmu dakwah merupakan tidak hanya sebatas materi dakwah, akan tetapi adanya ilmu dakwah tidak lain sebagai salah satu usaha untuk memberdayakan menciptakan suatu keadaan masyarakat berprilaku islami. Oleh karena itu perlu adanya kajian mendalam tentang ilmu dakwah itu, kajian ini bisa dilihat dari objek yang akan dikaji dalam ilmu dakwah ini.
III. KESIMPULAN
Dakwah merupakan salah satu usaha manusia untuk mengajak kejalan yang benar.perjalanan dakwah menjadi salah satu disiplin ilmu pengetahuan. Sebagai disiplin ilmu pengetahuan ilmu dakwah tergolong dalam ilmu sosial. Dalam hal ini ilmu dakwah memiliki objek kajian tertentu. Objek meterial maupun objek formal. Salah satunya yaitu kajian terhadap objek formal ilmu dakwah. Pandangan dan penjelasan tentang objek formal ilmu dakwah sangat beragam dan berbeda satu sama yang lain.
Menurut Amrullah Ahmad yang telah dikutip oleh Ilyas Supena menerangkan objek material ilmu dakwah yaitu semua aspek ajaran islam (Al-Qur’an dan Hadits), sejarah dan peradaban islam. Objek material inilah yang telah termanifestasi dalam ilmu-ilmu keislaman lainya yang kemudian menjadi satu disiplin ilmu baru dalam dakwah islam. Sedangkan objek formal ilmu dakwah itu sendiri yaitu kajian dari salah satu unsur dalam objek material ilmu dakwah yaitu suatu kegiatan yang mengajak umat manusia supaya masuk kejalan Allah dalam semua segi kehidupan.
Oleh karena itu objek kajian formal ilmu dakwah merupakan relasi dari unsur-unsur dakwah. Dalam hal ini unsur dakwah tersebut lebih mengkhususkan pada manusia itu sendiri, dilihat dari sisi fitrahnya yang hanif atau cenderung kepada Tuhan (agama). Dalam hal ini adanya ilmu dakwah akan menkaji masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat yang ideal (khairul ummah).
IV. PENUTUP
Setiap muslim dalam pandangan ontologi Dakwah adalah Da’i (para penyeru perubahan) dalam ruang lingkup masing-masing, oleh sebab itu selayaknya seorang muslim itu mengaktualisasikan pesan dakwah tersebut yaitu amar ma’rif nahi mungkar, untuk membangun masyarakat yang beradab dan menyelamatkan manusia dari kegelapan kehidupan, mencerahkan, berkemajuan, dan diridhoi oleh Allah SWT. Allahu ‘alam bishawwab.












DAFTAR PUSTKA
Syafi’i, Agus Ahmad, Tugas (Ringkasan), Kajian Ontologi Ilmu Dakwah, Bagian IV
Kholiq, Abdurrahman Abdul, Strategi Dakwah Syar’iyah, Pustaka Mantiq
Balaipustaka. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 3, Jakarta: 1995
Safrudin, Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an, Semarang: Wali Songo Press
Daulay, Hamdan, Dakwah Ditengah Persoalan Budaya dan Politik, Yogyakarta: LESFI. 2001
http// labeeeeeb.blogspot.com
Taimiyah, Ibnu, Etika Beramar Ma’ruf Nahi Mungkar, Jakarta, Gema Insani Press. 2001
Supena, Ilyas, Filsafat Ilmu Dakwah: Perspektif Filsafat Ilmu Sosial. Semarang:ABSOR, 2007
Kaya, Khatib Pahlawan, Manajemen Dakwah (dari dakwah konvensional menuju dakwah profesional), Jakarta: AMZAH, 2007
Sulthon, M.. Desain ilmu dakwah: Kajian Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis, Semarang , Wali songo Press. 2003
Aziz, Moh Ali, Ilmu Dakwah, Jakarta: Pernada Media, 2004
Suparta, Munzier dan Harjani Hefni (ed), Metode Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2006
Siti, Muriah, Metodologi Dakwah kontemporer, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000
Asep, Samsul, Jurnalistik Dakwah, Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2003
Zubaidi (ed), Metodologi Ilmu Dakwah kajian Ontologis da’wah ikhwan al-safa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2008

0 komentar:

 
 
 

Free Ebook Down Load

score blog

survey

 
Copyright © dakwah tiada henti