Jawaban Soal: Makna Hadits Tentang Mujadid Setiap Akhir Seratus Tahun

Jumat, 05 Juli 2013

بسم الله الرحمن الرحيم

(Rangkaian Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim ‘Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir atas Berbagai Pertanyaan di Akun Facebook Beliau)

Jawaban Pertanyaan: tentang Makna Hadits asy-Syarif
«إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا»
Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini, pada setiap akhir seratus tahun, orang yang memperbaharui agama mereka untuk umat

Kepada Abu Mu`min Hamad
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Semoga Allah memberkahi Anda dan mempercepat nushrah melalui tangan Anda … dan semoga Allah memberi manfaat kepada kami dengan ilmu Anda.
Di antara hadits-hadits shahih yang masyhur adalah apa yang diriwayatkan oleh Shahabat yang mulia Abu Hurairah ra., dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا»
Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini, pada setiap akhir seratus tahun, orang yang memperbaharui untuk umat agama mereka (HR Abu Dawud no. 4291, Dishahihkan oleh as-Sakhawi di al-Maqâshid al-Hasanah (149) dan al-Albani di as-Silsilah ash-Shahîhah no. 599)
Pertanyaannya adalah: apa makna hadits tersebut? Apakah kata “man“ di dalam hadits tersebut memberi makna bahwa mujadid itu individu ataukah jamaah? Dan apakah mungkin membatasi mereka pada abad ke tujuh? Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik kepada Anda.

Jawab:
Wa ‘alaikum as-salam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Benar, hadits tersebut shahih. Di dalamnya ada lima masalah:
  1. Dari tahun mana dimulai abad itu? Apakah dari kelahiran Rasul saw, atau dari tahun beliau diutus, atau dari hijrah, atau dari wafat beliau saw?
  2. Apakah “ra’s kulli mi`ah“ berarti awal setiap seratus (setiap satu abad), atau sepanjang tiap satu abad, atau pada akhir tiap satu abad?
  3. Apakah kata “man“ berarti satu orang, atau berarti jamaah yang memperbaharui untuk manusia agama mereka?
  4. Apakah ada riwayat yang memiliki sudut pandang shahih tentang hitungan orang-orang mujadid selama abad-abad lalu?
  5. Apakah mungkin kita mengetahui pada abad ke empat belas yang berakhir pada 30 Dzul Hijjah 1399, siapakah mujadid untuk masyarakat yang memperbaharui agama mereka?

Saya akan berusaha semampu saya untuk menyebutkan yang rajih menurut saya dalam masalah-masalah tersebut tanpa terjun pada point-point perbedaan. Dan saya katakan dengan taufik dari Allah dan Dia Zat yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus:
1. Dari tahun berapa dimulai seratus tahun itu?
Al-Munawi di Muqaddimah Fath al-Qadir mengatakan: “diperselisihkan tentang ra’s al-mi`ah apakah dinilai dari kelahiran Nabi SAW, tahun beliau diutus, hijrah atau tahun beliau wafat …” Yang rajih menurutku bahwa penilaian tersebut adalah dari hijrah. Hijrah itu adalah peristiwa yang dengannya Islam dan kaum Muslimin menjadi mulia dengan tegaknya daulahnya. Karena itu ketika Umar mengumpulkan para sahabat untuk bersepakat atas awal kalender, mereka bersandar pada hijrah. Imam ath-Thabari mengeluarkan di Târîkh-nya, ia berkata:
“حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ، قَالَ: حَدَّثَنَا نُعَيْمُ بْنُ حَمَّادٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا الدَّرَاوَرْدِيُّ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيِّبِ، يَقُولُ: جَمَعَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ النَّاسَ، فَسَأَلَهُمْ، فَقَالَ: من أي يوم نكتب؟ فقال علي: من يوم هاجر رسول الله صلى الله عليه وسلم، وَتَرَكَ أَرْضَ الشِّرْكِ، فَفَعَلَهُ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.
Telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Hakam, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Nu’aim bin Hamad, ia berkata: telah menceritakan kepada kami ad-Darawardi dari Utsman bin Ubaidullah bin Abi Rafi’, ia berkata: aku mendegar Sa’id bin al-Musayyib berkata: Umar bin al-Khaththab mengumpulkan orang-orang dan menanyai mereka. Umar berkata: dari hari apa kita tulis?” maka Ali berkata: “dari hari Rasulullah saw hijrah dan beliau meninggalkan bumi kesyirikan”. Maka Umar ra. melakukannya.
Abu Ja’far (ath-Thabari) berkata: mereka –para sahabat- menilai tahun hijriyah pertama dari Muharram tahun itu, yakni dua bulan beberapa hari sebelum Rasulullah saw datang ke Madinah karena Rasulullah saw datang di Madinah pada tanggal 12 Rabiul Awal.”
Atas dasar itu, saya merajihkan untuk menghitung tahun-tahun ratusan (abad) berawal dari tahun hijrah yang dijadikan sandaran para sahabat ridhwanullah ‘alayhim.
2. Sedangkan ra’s al-mi`ah yang rajih adalah akhirnya. Yakni bahwa mujadid itu ada pada akhir abad; yaitu seorang yang ‘alim, terkenal, bertakwa dan bersih. Dan wafatnya pada akhir ratusan itu dan bukan pada pertengahan atau sepanjang abad itu. Adapun kenapa saya merajihkan hal itu, dikarenakan sebab-sebab berikut:
a. Ditetapkan dengan riwayat-riwayat shahih bahwa mereka menilai Umar bin Abdul ‘Aziz pada pengujung seratus tahun pertama. Beliau wafat pada tahun 101 H, dan usianya 40 tahun. Dan mereka menilai asy-Syafii pada penghujung seratus tahun kedua dan beliau wafat pada tahun 204 H dan usia beliau 54 tahun. Dan jika diambil penafsiran “ra’s kulli mi`ah sanah” itu selain ini, yakni ditafsirkan awal abad, maka Umar bin Abdul Aziz bukan mujadid abad pertama sebab beliau dilahirkan tahun 61 H. Begitu pula asy-Syafii bukan mujadid abad kedua sebab beliau dilahirkan tahun 150 H. Ini maknara’s kulli mi`ah sanah” yang dinyatakan di dalam hadits tersebut, berarti akhir abad dan bukan awalnya. Maka mujadid itu dilahirkan sepanjang abad itu kemudian menjadi seorang yang ‘alim terkenal dan mujadid pada akhir abad itu dan diwafatkan pada akhir abad itu.
b. Sedangkan dalil bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah mujadid seratus tahun pertama dan asy-Syafii adalah mujadid seratus tahun kedua adalah apa yang sudah terkenal di tengah para ulama dan para imam umat ini. Az-Zuhri, Ahmad bin Hanbal dan selain keduanya diantara para imam terdahulu dan yang belakangan, mereka telah sepakat bahwa mujadid abad pertama adalah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah dan pada akhir abad kedua adalah imam asy-Syafii rahimahullah. Umar bin Abdul Aziz diwafatkan pada tahun 101 dan usianya 40 tahun dan masa khilafah beliau selama dua setengah tahun. Dan asy-Syafii diwafatkan pada tahun 204 dan usia beliau 54 tahun. Al-Hafizh Ibn Hajar di at-Tawâliy at-Ta`sîs mengatakan, Abu Bakar al-Bazar berkata, aku mendengar Abdul Malik bin Abdul Humaid al-Maymuni berkata: aku bersama Ahamd bin Hanbal lalu berlangsung mengingat asy-Syafii lalu aku lihat Ahmad mengangkatnya dan berkata: diriwayatkan dari an-Nabi beliau bersabda:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُقَيِّضُ فِي رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُعَلِّمُ النَّاسَ دِينَهُمْ
Sesungguhnya Allah membatasi pada penghujung setiap seratus tahun orang yang mengajarkan masyarakat agama mereka
Ahmad berkata, Umar bin Abdul Aziz pada penghujung abad pertama dan saya berharap asy-Syafii pada abad yang lain (kedua).
Dan dari jalur Abu Sa’id al-Firyabi, ia berkata: Ahmad bin Hanbal berkata:
إِنَّ اللَّهَ يُقَيِّضُ لِلنَّاسِ فِي كُلِّ رَأْسِ مِائَةٍ مَنْ يُعَلِّمُ الناس السنن وينفي عن النبي الْكَذِبَ فَنَظَرْنَا فَإِذَا فِي رَأْسِ الْمِائَةِ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَفِي رَأْسِ الْمِائَتَيْنِ الشَّافِعِيُّ
Sesungguhnya Allah membatasi untuk masyarakat pada setiap penghujung seratus tahun orang yang mengajarkan masyarakat sunan dan menafikan kedustaan dari Nabi. Dan kami melihat pada penghujung seratus tahun pertama adalah Umar bin Abdul Aziz dan pada penghujung seratus tahun kedua adalah asy-Syafii

Ibn ‘Adi berkata: Aku mendengar Muhammad bin Ali bin al-Husain berkata: Aku mendengar ashhabuna mereka mengatakan, pada seratus tahun pertama adalah Umar bin Abdul Aziz dan pada seratus tahun kedua Muhammad bin Idris asy-Syafii.
Al-Hakim telah mengeluarkan di Mustadrak-nya dari Abu al-Walid, ia berkata: Aku ada di majelis Abu al-‘Abbas bin Syuraih ketika seorang syaikh (orang tua) berdiri kepadanya memujinya lalu aku mendengar ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abu ath-Thahir al-Khawlani, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahbin, telah memberitahukan kepada kami Sa’id bin Abi Ayyub dari Syarahil bin Yazid dari Abu ‘Alqamah, dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا»
Sesungguhnya Allah mengutus pada penghujung setiap seratus tahun orang yang memperbaharui agamanya
Maka bergembiralah wahai al-Qadhi, sesungguhnya Allah mengutus pada penghujung seratus tahun pertama Umar bin Abdul Aziz, dan Allah mengutus pada penghujung seratus tahun kedua Muhammad bin Idris asy-Syafii …
Al-Hafizh Ibn hajar mengatakan, ini mengindikasikan bahwa hadits itu masyhur pada masa itu.
c. Mungkin dikatakan bahwa ra’s asy-syay`i secara bahasa artinya awalnya. Lalu bagaimana kita merajihkan bahwa ra’s kulli mi`ah sanah adalah akhirnya dan bukan awalnya? Jawabnya adalah bahwa ra’s asy-syay`i seperti di dalam bahasa adalah awal sesuatu itu dan demikin juga akhirnya. Ia berkata di Tâj al-‘Arûsra’s asy-syay`i adalah ujungnya dan dikatakan akhirnya. Ibn Manzhur berkata di Lisân al-‘Arabkharaja adh-dhabb murâ`isan: biawak itu keluar dari lubangnya dengan kepala lebih dahulu dan ada kalanya dengan ekornya lebih dahulu. Yakni keluar dengan awal atau akhirnya. Atas dasar itura’s asy-syay`i seperti yang dinyatakan di dalam bahasa, bermakna awalnya, dan bermakna ujungnya baik awalnya atau akhirnya. Dan kita perlu qarinah yang merajihkan makna yang dimaksud di dalam hadits untuk kata ra’s al-mi`ah apakah awalnya ataukah akhirnya. Dan qarinah-qarinah ini ada di dalam riwayat-riwayat terdahulu yang menilai Umar bin Abdul Aziz adalah mujadid seratus tahun pertama dan beliau diwafatkan pada tahun 101 dan penilaian bahwa asy-Syaifi adalah mujadid seratus tahun kedua dan beliau diwafatkan pada tahun 204. Semua itu merajihkan bahwa makna di dalam hadits tersebut adalah akhir seratus dan bukan awalnya.
Berdasarkan atas semua yang terdahulu itu maka saya merajihkan bahwa makna ra’s kulli mi`ah sanah yang dinyatakan di dalam hadits tersebut adalah akhir setiap seratus tahun.

3.  Adapun apakah kata “man” berarti satu orang atau jamaah, maka hadits tersebut diriwayatkan “diutus untuk umat ini …orang yang memperbaharui agama umat”. Seandainya kata “man” menunjukkan pada jamak niscaya fi’ilnya jamak yakni “man yujaddidûna, akan tetapi fi’il disitu dinyatakan mufrad “yujaddidu”. Meski bahwa dalalah “man” disitu ada makna jamak juga hingga meskipun setelahnya fi’il mufrad. Namun saya merajihkan bahwa “man” itu disini untuk mufrad dengan qarinah fi’ilnya yaitu yujaddidu. Dan saya katakan, saya rajihkan, sebab dalalah disini dengan mufrad bukanlah qath’iy hingga meski fi’il setelahnya adalah mufrad. Karena itu, ada orang yang menafsirkan “man” dengan dalalah jamaah dan mereka menghitung riwayat mereka adalah jamaah ulama pada setiap seratus tahun. Akan tetapi, itu adalah pendapat yang lebih lemah seperti yang telah kami sebutkan barusan.
Atas dasar itu, maka yang rajih menurut saya bahwa kata “man” menunjukkan satu orang, yakni bahwa mujadid pada hadits tersebut adalah satu orang ‘alim lagi bertakwa dan bersih …
4. Adapun hitungan nama-nama para mujadid pada abad-abad lalu, maka ada riwayat-riwayat dalam hal itu dan yang paling terkenal adalah syair as-Suyuthi di mana ia menghitung untuk sembilan abad dan ia memohon kepada Allah agar menjadi mujadid yang kesembilan. Saya nukilkan sebagian syair itu:
“فَكَانَ عِنْدَ الْمِائَةِ الْأُولَى عُمَرْ خَلِيفَةُ الْعَدْلِ بِإِجْمَاعٍ وَقَرْ…
وَالشَّافِعِيُّ كَانَ عِنْدَ الثَّانِيَةِ لِمَا لَهُ مِنَ الْعُلُومِ السَّامِيَةِ…
وَالْخَامِسُ الْحَبْرُ هُوَ الْغَزَالِي وَعَدّهُ مَا فِيهِ مِنْ جِدَالِ…
وَالسَّابِعُ الرَّاقِي إلى المراقي بن دَقِيقِ الْعِيدِ بِاتِّفَاقِ…
وَهَذِهِ تَاسِعَةُ الْمِئِينَ قَدْ أَتَتْ وَلَا يُخْلَفُ مَا الْهَادِي وَعَدْ وَقَدْ رَجَوْتُ أَنَّنِي الْمُجَدِّدُ فِيهَا فَفَضْلُ اللَّهِ لَيْسَ يُجْحَدُ…
Pada abad pertama Umar bin Abdul Azis yang adil, menurut ijmak yang kokoh …
Dan asy-Syafii pada abad kedua karena ia memiliki ilmu yang tinggi …
Dan kelima adalah al-Habru, dia adalah al-Ghazali dan penghitungan dia di dalamnya ada perdebatan …
Dan ketujuh adalah yang menanjak ke tempat tinggi Ibn Daqiq al-‘Aid menurut kesepakatan …
Dan abad kesembilan ini sudah datang dan tidak ditinggalkan al-hadi yang telah dihitung dan aku sungguh berharap bahwa aku menjadi mujadid di dalamnya dan karunia Allah tidak bisa diperbaharui …

Ada pendapat-pendapat lain yang terus berlangsung setelah itu.
5. Dan apakah mungkin kita mengetahui pada abad ke-14 yang berakhir pada 30 Dzul Hijjah 1399 H, siapakah untuk masyarakat mujadid agama mereka?
Sangat menarik perhatianku apa yang masyhur pada para ulama yang kredibel bahwa penghujung tahun adalah akhirnya. Umar bin Abdul Aziz dilahirkan pada tahun 61 H dan diwafatkan penghujung abad pertama pada tahun 101 H. Asy-Syafii dilahirkan pada tahun 150 H dan diwafatkan pada penghujung abad ke-2 tahun 204 H …
Artinya masing-masing dari keduanya dilahirkan di pertengahan abad dan menjadi terkenal pada akhirnya dan diwafatkan pada akhirnya. Seperti yang saya katakan, saya merajihkan penafsiran ini dikarenakan sudah terkenal di antara para ulama yang kredibel bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah mujadid pada penghujung abad pertama, dan asy-Syafii adalah mujadid pada penghujung abad kedua. Berdasarkan hal itu maka saya merajihkan bahwa Al-‘allamah Taqiyuddin an-Nabhanirahimahullah adalah mujadid pada penghujung abad ke-14. Beliau dilahirkan pada tahun 1332 H dan menjadi terkenal pada akhir abad ke-14 ini, khususnya ketika beliau mendirikan Hizbut Tahrir pada Jumaduts Tsaniyah tahun 1372 H dan beliau diwafatkan pada tahun 1398 H. Dakwah beliau kepada kaum Muslimin kepada qadhiyah mashiriyah (agenda utama hidup mati), melanjutkan kehidupan islami dengan tegaknya daulah al-khilafah ar-rasyidah, memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan umat, kesungguhan dan keseriusan mereka, hingga al-khilafah hari ini menjadi tuntutan umum milik kaum Muslimin. Maka semoga Allah merahmati Abu Ibrahim, dan semoga Allah SWT merahmati saudara beliau Abu Yusuf setelahnya dan menghimpunkan kedua beliau bersama para nabi, ash-shidiqun, syuhada dan orang-orang shalih dan mereka adalah sebaik-baik teman.
Ini yang saya rajihkan ya akhi Abu Mu`min. Wallah a’lam bi ash-shawâb wa huwa subhânahu ‘indahu husnu al-ma`âb.

Saudaramu
Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
14 Sya’ban 1434 H
23 Juni 2013 M

ARTI SEBUAH KEJUJURAN

Senin, 04 Februari 2013


Para pembaca yang mulia, menyoal kejujuran adalah suatu topik pembicaraan yang mahal. Tak ubahnya ibarat barang langka, namun banyak konsumen yang mengincarnya. Terasa susah sekali mencari orang yang jujur atau yang bisa dipercaya. Tak urung, orang kepercayaan pun bisa jadi musuh dalam selimut.
Seiring dengan kemajuan media informasi dan tehnologi yang semakin canggih, peran kejujuran merupakan modal yang paling urgen (mendasar). Keakuratan dalam memberikan informasi, berita, data, fakta, dan segala yang terkait dengan pernyataan, sikap dan tindakan, itu tergantung kepada faktor kejujuran.

Demi mengejar persaingan bisnis, persaingan posisi (jabatan), kesenjangan sosial, kesulitan ekonomi atau pun kepentingan lainnya tak jarang dapat membutakan prinsip kejujuran. Tak luput juga dalam dunia pendidikan, adanya persaingan pendidikan yang kurang sehat juga dapat mengugurkan akan kejujuran. kalau dalam dunia pendidikan saja sudah terlepas dari prinsip kejujuran, bagaimana lagi bila meningkat pada jenjang berikutnya?
Demikian pula dalam lembaga kecil rumah tangga sangat perlu ditanamkan dan diterapkan prinsip kejujuran yang mulia ini. Betapa menyesalnya orang tua, bila sang anak sudah tidak bisa dipegang kejujurannya lagi? Betapa retaknya hubungan suami istri bila keduanya tidak saling menaruh kepercayaan? Dalam lembaga yang kecil saja ketidakjujuran itu membawa dampak negatif yang luar biasa, bagaimana lagi dampak yang terjadi dalam lembaga yang lebih besar?

ketika cinta membuatmu menangis, akupun ingin cinta yang halal

Selasa, 31 Juli 2012

Suatu ketika mungkin kita pernah jatuh hati, memendam rasa atau suka pada seseorang yang kita kagumi. Tiap hari bayang wajahnya selalu menghantui. Ada rasa rindu kala tak bertemu. Ada keinginan untuk memiliki. Ada getar jiwa kala berjumpa dengan dia yang kita kagumi. Terkadang dia-nya yang sering membuat kita melamun dengan tatapan kosong. Terbayang-bayang kalau kita bisa berjalan bersamanya, atau berada dalam dekapannya. Semuanya serba indah dan seakan begitu sempurna. Tapi hati ini tetap saja memandam rasa. Kadang pula malu untuk mengungkapkannya.

Yah, cinta… Ia hadir tanpa disadari. Ia merupakan anugerah dari Ilahi. Dan rasa cinta pasti ada pada tiap diri manusia. Karenanya mencintai dan dicintai adalah bagian yang tak terpisahkan. Ibarat kopi dengan gula. Begitulah seharusnya, mencintai dan dicintai dua kata yang saling melengkapi. Mecintai seseorang menjadikan keindahan tersendiri dalam hidup kita. Wajar bila kita mengharapkan balasan hingga kita ingin di cintainya.

Saudaraku tercinta…

Wajar saja kalau kita punya rasa cinta, hingga rasa cinta itu kian menggelora. Dalam ayat-Nya Allah pun berfirman: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (Surga).” (Ali ‘Imran: 14)

Maka dari itulah manusia di beri-Nya kelebihan dibanding dengan makhluk Allah yang lain. Kelebihan itulah yang membuat kita mempunyai rasa cinta dan kasih sayang. Cinta yang memang kadang kita salah menempatkannya. Atau kasih sayang yang terkadang terlalu berlebihan. Sehingga kita ingin sekali untuk memiliki apa yang kita cintai dan harus bisa meraihnya?

Tapi saudaraku… bagaimana jika dia-nya yang kita damba selama ini, yang kita cintai dan kita kagumi ternyata akan menjadi milik orang lain? Hancurlah hati kita. Seakan kita tidak dan tak akan pernah rela dia-nya menikah dengan orang lain. Kita cuma bisa memandangi undangan pernikahan yang kita terima. Kadang juga kita menyalahkan Allah Tuhan kita, “Ya Allah kenapa Engkau tidak mempertemukanku dengannya?”

Seribu bahasa, seribu tanya boleh kita gunakan untuk mengadu kepada-Nya. Bahkan seribu air mata pun boleh kita kucurkan disetiap sujud kehadirat-Nya, kenapa Allah tidak mempertemukan dengan orang yang kita cinta. Karena Allah selalu mendengar tiap keluh dan kesah hamba-hamba-Nya.

Saudaraku, cinta memang bisa membuat kita bahagia, hingga dunia menjadi begitu indah nan mempesona. Tapi cinta juga bisa membuat kita menangis dan menderita. Seakan kita ingin segera mengakhiri hidup ini. Karena itu saudaraku…

Ketika cinta membuatmu menangis…
Belajarlah ikhlas, melepaskan yang kita cintai menjadi milik orang lain. Meski kita menderita dan tak pernah rela.

Ketika cinta membuatmu menangis…
Bertanyalah pada diri sendiri. Apakah dia-nya yang selama ini kita damba bisa membahagiakan kita kelak dalam membangun rumah tangga? Apakah dia-nya yang selama ini kita cinta juga akan membalas cinta kita kepadanya dengan setulus hati?

Ketika cinta membuatmu menangis…
Maka tersenyumlah. Hapuslah airmatamu. Tataplah ke depan. Di depan sana ada cinta seseorang yang akan menyambut cintamu. Cinta suci yang akan membahagiakanmu, yang tak pernah terukur oleh jarak dan waktu.

aku ingin cinta yang halal




Aku hanya ingin cinta yang halal....

Entah apa yang kurasakan...
Salahkah aku merindukannya?
Merindukan seseorang yang belum halal untukku...
Tentu aku tau aku salah ya Allah..
Kadang aku bingung apa yang harus aku lakukan,,
Aku bercerita dengan ummi yang lebih paham tentang ini...

Ummi bilang "Justru dengan kesungguhkan kamu menahan rasa rindu ini, maka disitulah pengorbanannya... Mungkin memang sulit, tapi percayalah Allah sudah merencanakan rencana terbaik untukmu dan untuknya"

Aku merenung cukup lama...
Yah betul,, rasa sayang memang tidak salah...
Itu adalah fitrah manusia yang telah Allah berikah,,
Bahkan manusia pun terlahir dari CINTA...

Tapi jika dengan rasa itu malah membuatku sedih, kecewa, menangis oleh sesuatu yang tak seharusnya ditangisi...
Sungguh ya Allah, hatiku bahagia merindunya...
Aku pun tak ingin membuat orang lain kecewa dan sedih dengan tingkah lakuku, tentunya aku lebih baik membebaskannya dari hal seperti itu...
Mengapa?
Karena aku sangat peduli padanya...

Tentunya aku... bahkan ia...
Kami hanya ingin cinta yang halal...
Aku tak ingin dia bersedih melihat tingkahku yang masih seperti ini...
Cemburu, sedih, kecewa, aku ingin dia merasakan hal itu...
Aku tak ingin dia sakit karenaku...

Aku selalu berusaha untuk menahan diri
Agar aku dapat mengendalikan rasa rindu ini
Menahan semua kegalauan yang ada dihatiku
Aku hanya berdo'a didalam hati setiap rasa rindu itu datang...

Ya Allah...
Tolong pegangi aku..
Tolong pegangi hatiku
Jika dengan perasaan ini membuat hatiku terbebani,
dengan rasa sayang yang belum seharusnya...
Tolong bantu kuatkan aku ya Rabb....
Tolong bantu kuatkan ia juga...

Apa perasaanku salah ya Allah...
Jika memang dia baik untukku...
Tolong dekatkan kami ya Rabb...
Tetapi jika dia memang tak baik untukku,,
Jauhkanlah dia...
Hamba percaya...
Engkau Maha Mengetahui apa yang terbaik untukku... Juga untuknya...

Aku hanya ingin cinta yang halal...
Yang mendapat ridho dariMu
Bimbinglah hati kami ya Allah....

WANITA SHOLEHAH

Rabu, 20 Juni 2012

Menjadi figur wanita sholehah tidaklah mudah. Apalagi di saat kondisi zaman telah sedemikian akutnya dalam ‘mengekspos’ kehidupan wanita. Berbagai kemewahan, mode, dan gaya hidup ditawarkan pada wanita tanpa henti. Sehingga tak jarang wanita yang mengaku sebagai muslimah, lalai akan jati diri yang sebenarnya.
Lahiriahnya seperti muslimah, namun jiwanya sedikit demi sedikit telah menyimpang dari fitrah sebagai wanita shalehah. Sholehah memang bukan label jadi. Sholehah merupakan proses bagi wanita muslimah untuk senantiasa istiqomah menjaga fitrahnya. Untuk meraih predikat shalehah, muslimah haruslah terus dan terus belajar membenahi diri. Tentunya dengan selalu mengkaji tuntunan-tuntunan dari Allah, Rasul, dan teladan-teladan yang telah banyak dicontohkan oleh para shahabiyah.

Islam Kok Pacaran

Minggu, 27 Mei 2012


oleh Aliman Syahrani
Soal pacaran di zaman sekarang tampaknya menjadi gejala umum di kalangan kawula muda. Barangkali fenomena ini sebagai akibat dari pengaruh kisah-kisah percintaan dalam roman, novel, film dan syair lagu. Sehingga terkesan bahwa hidup di masa remaja memang harus ditaburi dengan bunga-bunga percintaan, kisah-kisah asmara, harus ada pasangan tetap sebagai tempat untuk bertukar cerita dan berbagi rasa.
Selama ini tempaknya belum ada pengertian baku tentang pacaran. Namun setidak-tidaknya di dalamnya akan ada suatu bentuk pergaulan antara laki-laki dan wanita tanpa nikah.
Kalau ditinjau lebih jauh sebenarnya pacaran menjadi bagian dari kultur Barat. Sebab biasanya masyarakat Barat mensahkan adanya fase-fase hubungan hetero seksual dalam kehidupan manusia sebelum menikah seperti puppy love (cinta monyet), datang (kencan), going steady (pacaran), dan engagement (tunangan).

Kamis, 24 Mei 2012


Ust. Shiddiq al-Jawi
Pacaran itu budaya Nashrani...!”
[D'Rise#10]Yang doyan nyari artikel islam di dunia maya boleh jadi nggak asing dengan nama Shiddiq al-Jawi. Dosen tetap STEI Hamfara Yogyakarta ini aktif menulis di berbagai media Islam. Apalagi kalo kita mampir ke webnya, http://khilafah1924.org, isinya mayoritas tulisan beliau yang mencerahkan. Dan Alhamdulillaah...kang Hafidz341 dapat kesempatan untuk ngobrol dengan beliau via email. Berikut petikannya. Monggo!
Tiap tahun remaja muslim banyak yang ngerayain Valentine Days. Padahal jelas-jelas bukan budaya Islam. Gimana menurut ustadz? Menurut saya itu karena kita hidup dalam masyarakat sekuler. Yaitu masyarakat yang tak menggunakan hukum agama dalam mengatur urusan kehidupan. Masyarakat semacam ini sebenarnya hanya membebek masyarakat kafir penjajah, seperti AS dan Eropa. Agama hanya diamalkan secara sempit dan picik dalam urusan ibadah saja. Sedang soal budaya, pergaulan, apalagi politik, dianggap tak perlu diatur dengan agama. Maka, perayaan Valentine tak pernah surut, walaupun sudah banyak fatwa ulama yang mengharamkannya.

Sebuah tiket yang luar biasa

Senin, 30 April 2012


Setelah Rasulullah menakhlukan negeri Thaif, beliaupun membagi harta ghanimah (Rampasan Perang). Orang-Orang  mualaf Qurais mendapat  jatah besar. Abu Sufyan misalnya Mendapat jatah 100 ekor unta. Putranya, Muawiyyah, Juga mendapat 100 Ekor, bisa kita bayangkan jumlah yang mereka terima. (Anggap 1 ekor unta harganya 12 juta rupiah, maka 200 ekor unta setara dengan 2,4 Miliar rupiah.
Kiranya Wajar kalau kondisi ini mengundang kecemburuan dari kaum Anshar, Muncul isi yan kurang sedap tentang Rosulullah , diantaranya bahwa beliau lebih peduli pada kaumnya, Orang-orang Quraisy . dengan lembut Rasulullah pun berkata kepada kaum Anshar. Salah satu kata beliau pada intinya " wong-wong iki bali karo unto lan wedhuz-wedhuz kuwi, Siro kabeh bali karo Rasul" Piye mileh endi jal sampeyan??

KENAPA PETERPAN GA MAU JADI DEWASA?

Rabu, 25 April 2012


Ingat kah anda dengan cerita dongeng, seorang anak yang hidup di dunia, semacam dunia sihir. Anak itu bisa terbang, dan punya kemampuan sihir lainnya. Dia juga mahir memainkan pedang. Musuh bebuyutannya adalah Kapten Hook. Dia lah Peter Pan. Jadi yang jadi awal dari kisah ini bukan grup Band yang vokalis nya sekarang lagi ngaso dan nangkring di dalam tahanan akibat video asusilanya dengan 2 orang artis lainnya. Yang aneh, kenapa cuma yang cowo yang di tahan, tapi lawan main ga di tahan?? Selamat datang di dunia demokrasi, dunia yang tolak ukur baik buruk dan benar salah nya ga jelas. Tapi tulisan kali ini tidak akan menyoroti gemerlap dunia selebritis kaya di acara-acara gossip yang ada di TV. Yang mau kita omongin adalah Peter Pan “yang sesungguhnya”.

TAHUKAH ANDA? IMAM AHMAD MENANGIS KARENA SYAIR INI

Minggu, 22 April 2012


Berikut ini adalah sebuah kutipan syair yang diriwayatkan di dalam buku karya Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyahmembuat Imam Ahmad menangis tersedu-sedu hingga hampir pingsan. Hal ini menunjukkan betapa lembut dan pekanya hati Imam Ahmad terhadap hal-hal yang mengingatkan manusia kepada Rabbnya, dosa-dosanya, dan kehidupan akhirat.

Syair Pelembut Hati

Jika Rabb-ku mengatakan kepadaku: “Tidak malukah kau bermaksiat kepada-Ku?!
Engkau menutupi dosa dari para makhluk-Ku, tapi malah dengan kemaksiatan kau mendatangi-Ku!”
Maka bagaimana aku menjawabnya, dan siapa yang mampu melindungiku…

Bagaimana Menyikapi Perbedaan Mazhab

Jumat, 20 April 2012


Bagaimana menyikapi perbedaan mazhab di antara sesama Muslim.? Sejauh manakah perbedaan mazhab yang dibenarkan, dan tidak.?

Jawab:

Dalam kamus fikih, Prof. Dr. Rawwas Qal’ah Jie menyatakan, bahwa mazhab adalah metode tertentu dalam menggali hukum syariah yang bersifat praktis dari dalil-dalilnya yang bersifat kasuistik [1]. Dari perbedaan metode penggalian hukum inilah, kemudian lahir mazhab fikih.

Dalam perkembangannya, istilah mazhab juga digunakan bukan hanya dalam konteks fikih, tetapi juga akidah dan politik. Sebut saja Prof. Dr. Abu Zahrah, dengan bukunya, Târîkh al-Madzâhib al-Islâmiyyah: Fî as-Siyâsah, wa al-‘Aqâ’id wa Târîkh al-Fiqh al-Islâmi [2]. Lebih jauh beliau menegaskan, bahwa semua mazhab tersebut masih merupakan bagian dari mazhab Islam. Beliau kemudian melakukan klasifikasi, antara lain, mazhab politik, seperti Syiah dan Khawarij; bisa juga ditambahkan, Ahlussunnah dan Murjiah [3]. Kemudian mazhab akidah seperti Jabariyah, Qadariyah (Muktazilah), Asy’ariyah, Maturidiyah, Salafiyah dan Wahabiyah [4]. Adapun mazhab fikih adalah seperti Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah, Hanabilah, Zahiriyah, Zaidiyah dan Ja‘fariyah. [5]

 
 
 

Free Ebook Down Load

score blog

survey

 
Copyright © dakwah tiada henti